Minggu, 04 Januari 2015

resensi Judul: Sosiologi Pendidikan Teori dan Kajian Penulis: Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si



Judul: Sosiologi Pendidikan Teori dan Kajian
Penulis: Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si
Editor : Dr. Ija Suntana, M.Ag
Kata Pengantar : Prof. Dr. A. Tafsir & Prof. Dr. H. Afifuddin, MM.
Cetakan : 1 (Pertama)
Tahun : Januari 2011
Penerbit : Sahifa
Cetakan : 2 (dua)
Tahun : 2012
Penerbit : Pustaka Hidayah
ISBN : 978-602-95442-0-6
Buku ini begitu mendalam menjelaskan banyak hal tentang sosiologi pendidikan. Kajiannya menyeluruh, tidak hanya mengangkat teori-teori sosiologi pendidikan Barat, teori-teori sosiologi dalam Islam pun dikupas, untuk keseimbangan perspektif. Buku ini sangat lengkap isinya dan apabila buku ini Dibandingkan buku-buku lain yang satu tema, buku ini jelas lebih memiliki kelebihan, selain itu pula bahasanya mudah dimengerti dengan informasi yang sangat berbobot dan penting.Buku ini berisikan 8 bab yang mengupas secara menyeluruh mengenai sosiologi pendidikan, yaitu hakikat sosiologi pendidikan, paradigma ilmiah sosiologi pendidikan, analisis sosiologi tentang sistem pendidikan, ilmu pengetahuan dalam perspektif sosiologis, guru dalam perspektif sosiologis, kajian sosiologi tentang sekolah, kedudukan dan peran sosial guru, dan sosiohistoris institusi-institusi pendidikan islam.
Sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses interaksi semua orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
Tujuan Sosiologi Pendidikan menurut Lester Frank Ward, tujuan sosiologi pendidikan adaIah mengatasi masalah sosial, seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan dengan pendidikan. Oleh sebab itu, sosiologi pendidikan harus menghasilkan konsep paling real untuk mencapai tujuannya pendidikan harus menjanjikan jawaban yang tepat untuk mengata permasalahan sosial. Adapun menurut Robert Angell, tujuan sosiologi pendidikan adalah menganalisis dan meneliti lembaga pendidil serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.Tujuan sosiologi pendidikan adalah menganalisis dan men lembaga pendidikan serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Kegunaan Sosiologi Pendidikan menurut Lester Frank Ward, kegunaan sosiologi pendidikan adalah merumuskan cara-cara mengatasi keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan masyarakat melalui pendidikan. Sosiologi pendidikan memberikan jawaban yang tepat terhadap permasalahan sosial. Menurut Robert Angell, kegunaan sosiologi pendidikan adalah membantu menganalisis dan meneliti masalah yang ada lembaga pendidikan. Sosiologi pendidikan menyediakan bahan pertimbangan pengelolaan lembaga pendidikan.Kegunaan sosiologi pendidikan adalah sebagai penyedia bahan pertimbangan pengelolaan lembaga pendidikan, menjadi penyelidikan-penyelidikan yang bersifat sosiologis.
Sebagaimana telah disebutkan, sosiologi pendidikan adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia pendidikan. Para sosiolog pendidikan berusaha mencari tahu tentang hakikat dan sebab tindakan sekelompok orang yang teratur dan berulang dalam kegiatan pendidikan. Berbeda dengan psikolog pendidikan, yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik pikiran dan tindakan orang per orang, sosiolog pendidikan tertarik pada tindakan real yang dimunculkan seseorang sebagai anggota kelompok pendidikan.
Secara konvensional, ada dua tipe penting sosiologi pendidikan, yaitu sosiologi pendidikan mikro dan sosiologi pendidikan makro. Sosiologi pendidikan mikro menyelidiki berbagai pola pikiran dan perilaku yang muncul dalam kelompok-kelompok pendidikan terbatas. Adapun sosiologi pendidikan makro mengkaji berbagai pola sosial manusia pendidikan dalam skala besar.
Penjelasan ilmiah dalam sosiologi dilakukan melalui kontra strategi teoretis dan teori. Strategi teoretis adalah rangkaian yang terdiri atas asumsi-asumsi dasar, konsep, dan prinsip-prinsip yang mengarahkan. Ia dirancang untuk diterapkan pada gejala sosial secara luas. Tujuannnya adalah melahirkan teori-teori spesifik mendorong berbagai macam penelitian untuk menguji teori terse Adapun teori adalah rangkaian pernyataan spesifik yang sa; bcrhubugan serta dirancang untuk menjelaskan gejala tertentu.Teori lebih sempit daripada strategi teoretis. Strategi teoritis umumnya diterapkan pada rangkaian gejala yang terdiri atas beberapa teori yang berkaitan. Walaupun diterapkan pada gejala-gejala yang berbeda, berbagai teori yang saling berkaitan itu mempunyai bannyak kesamaan.
Dalam perspektif sosiologis, pendidikan adalah sebagai suatu gejala sosial. Dengan demikian, menurut para sosiolog, pendidikan adalah setiap sistem budaya atau intruksi intelektual yang formal atau semiformal.
Sifat dan Tipe-tipe Sistem Pendidikan, menurut Randall Collins (1977) mengemukakan tiga tipe dasar pendidikan yang ditemukan di seluruh masyarakat dunia, yaitu: pendidikan keterampilan praktis, pendidikan keanggotaan kelompok status dan pendidikan birokratis.
Pendidikan keterampilan praktis dirancang untuk memberikan keterampilan dan kemampuan teknis tertentu yang dipandang penting dalam melakukan kegiatan-kegiatan pekerjaan lain. Pendidikan ini didasarkan pada suatu bentuk pengajaran guru-magang (master apprentice). Pada hakikatnya, jenis pendidikan ini merupakan satu-satunya sistem pendidikan pada masyarakat primitif. Sekalipun demikian, dapat dijumpai pula dalam masyarakat agraris dan sampai tingkat tertentu juga ditemukan dalam masyarakat jndustri modern.
Kemunculan Sistem Pendidikan Modern, sebagian kecil siswa ditempatkan ke dalam jalur universitas dengan penyediaan kesempatan kerja yang relevan dengan jalur tersebut, sedangkan mayoritas ditempatkan ke dalam jalur yang diakhiri dengan pendidikan vokasional. Kedua, di Amerika Serikat juga di Uni Soviet dan Jepang, pada tingkat tertentu muncul suatu pendidikan yang dinamai dengan mobilitas kontes (contest mobility).Sistem ini tidak mempunyai penyaluran resmi, meskipun terdapat semacam penelusuran minat secara informal dan tersembunyi dan terdapat kompetisi terbuka untuk mencapai pendidikan yang maju.Salah satu ciri yang mencolok dalam bidang pendidikan pada dekade terakhir ini adalah ekspansinya yang cepat dan besar. Indikasinya adalah semakin banyak anak muda yang mendaftar untuk pendidikan di mana-mana, baik di negara industri maju maupun negara berkembang. Pendaftaran masyarakat dunia untuk pendidikan terdapat pada semua tingkat, dasar, menengah, dan tinggi.
Bagian ini akan menguraikan aspek historis dan sosiologis ilmu pengetahuan sebagai pranata sosial. Ilmu pengetahuan adalah pernyataan intelektual yang memberi pemahaman koheren tentang dunia ini dengan bersandar pada pengamatan yang sistematis. Ilmu pengetahuan adalah suatu cara penyelidikan yang berusaha untuk mengembangkan konsep dan prinsip teoretis melaluf penelitian empiris tentang dunia ini. Ilmu pengetahuan juga merupakan kumpulan pengetahuan yang terakumulasi yang diperoleh melalui penyelidikan empiris..      Ledakan kegiatan ilmiah besar pertama terjadi di kalangan orang-orang Yunani kuno. Para ilmuwan Yunani kuno adalah pemikir-pemikir materialistik yang berusaha untuk menjelaskan fenomena sebagai akibat dari proses alamiah. Masa puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani adalah periode Helenistik. Setelah itu, ledakan pengetahuan terjadi di dunia Islam. Pada periode Islam, kontribusi penting muncul dalam bidang astronomi, matematika, dan astronomi.
Wuthnow menunjuk secara khusus pada fakta bahwa Eropa selama abad ke-16 dan 17, meskipun kuat terintegrasi secara komersial oleh ekonomi kapitalis, secara politik mengalami desentralisasi. Wuthnow yakin sekali bahwa desentralisasi ini memainkan peranan kunci dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan.
Sekurang-kurangnya tiga cara desentralisasi politik memunculkan ilmu pengetahuan:
Pertama, desentralisasi politik memberi tingkat kebebasan tertentu kepada ilmuwan untuk melakukan pekerjaan mereka.
Kedua, sifat desentralisasi Eropa kapitalis mengandung arti bahwa negara-negara individual terlibat dalam persaingan ekonomi, politik, dan militer yang intens antara satu dan lainnya.
Ketiga, desentralisasi memicu komunitas-komunitas ilmiah untuk bersaing sehingga persaingan itu memperbesar kuantitas dan kualitas penelitian ilmiah di antara mereka.
Pengertian dan Pemaknaan tentang Guru, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 377), guru adalah manusia yang tugasnya (profesinya) mengajar, sedangkan menurut Vembrianto (1994: 21) dalam buku Kamus Pendidikan, guru adalah pendidik profesional di sekolah dengan tugas utama mengajar.
Secara keprofesian formal, guru adalah sebuah jabatan akademik yang memiliki tugas sebagai pendidik. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2). Guru sebagai seorang tenaga kependidikan yang profesional berbeda pekerjaannya dengan yang lain. Karena ia merupakan suatu profesi, dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Rusyan, 1990: 5).
Istilah lain yang masih berkenaan dengan guru dan berkembang di masyarakat adalah pendidik. Karena makna pendidik adalah usaha untuk membimbing, mengarahkan, mentransfer ilmu yang dilakukan secara umum. Istilah ini menjadi fokus dari berbagai ka dalam dunia pendidikan, karena pendidik menggunakan isitilah sangat luas dan konfrehensif, sehingga lebih mengenerali: makna pendidik dalam konteks luas. Secara istilah, pendidik adalah orang-orang yang bert£ jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengu perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potens kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajar (Ahmad Tafsir, 2002: 41).
Secara umum, menurut Ahmad D. Marimba, pendidik diartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajiban bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik (peser (Ahmad D. Marimba, 1980: 37).
Secara konstitusional, Pasal 1 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bawah pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam Pasal 39 ayat 2 UU yang sama dijelaskan pula bahwa guru juga disebut dengan istilah pendidik, dengan makna bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dalam ilmu sosiologi ditemukan dua istilah yang akan selalu berkaitan, yakni status (kedudukan) dan peran sosial di dalam masyarakat. Status biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Adapun peran merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut.
Status sebagai guru dapat dipandang tinggi atau rendah, bergantung pada tempat ia berada, sedangkan perannya yang berkedudukan sebagai pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai teladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar.
Guru tidak hanya memiliki satu peran. Ia bisa berperan sebagai orang dewasa, seorang pengajar dan seorang pendidik, pemberi contoh, dan sebagainya. Apabila kita cermati, sebenarnya status dan peran guru tidaklah selalu seragam dan bersifat konsisten. Ini kependidikan, untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam melaksanakan tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau educator (pendidik), dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab, kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya.
Peran guru sebagai pendidik berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor), serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak didik menjadi patuh terhadap aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggung jawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu, tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar