Minggu, 04 Januari 2015

MAKALAH FILSAFAT ILMU PEMIKIRAN ILMIAH NON POSITIVISTIK ( JOHN DEWEY )



PEMIKIRAN ILMIAH NON POSITIVISTIK
( JOHN DEWEY )
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu Bp. Drs.Usman ,SS

 










Disunsun oleh:

·                 GUNTUR SATRIA JATI                     ( 11410058 )



Kelompok 5
Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruaan
2012/2013
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta



BAB I PENDAHULUAN


v Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang eksploratif dan potensial.Manusia dikatakan makhluk yang eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis.Manusia sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemempuan bawaan yang dapat diembangkan secara nyata.Selanjutnya manusia disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain adalah dalam bentuk bimbingan serta pengarahan. Binbingan dan pengarahan yang diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakekeatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudaah tersimpan sebagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan tidak searah dengan potensi yang dimiki akan berdampak negative pada perkembangan manusia secara umum.
Pada jaman sekarang ini banyak orang-orang yang berperilaku bebas dan berbuat semaunya sendiri, bersifat metafisika dan kebenaran absolut (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabila terbukti secra ilmiah dan percaya bahwa dunia ini mampu “ dibikin “ oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatism telah mengingkari sesuatu yang transcendental. Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatism sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mensapai kebutuhan kehidupan,Tanpa memikirkan hal lain, yang semuanya apa saja yang ada di dunia ini hanya dengan akal dan takkan ada hal lain kecuali hal itu. Menjadikan manusia lebih bebas karena beraliran liberalism. Pendidikan dipandang sebagai wahana yang strategis dan sentral dalam upaya kelangsungan hidup di masa depan. mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal-hal yang sifatnya riil, indriawi dan yang manfaatnya bisa dinikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.Pragmatisme telah berhasil mendorong berpikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada.Berangkat dari sikaP skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen.Sehingga muncullah penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di bidang social dan ekonomi.





BAB II PEMBAHASAN

John dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1959. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore ia menjadi Guru Besar di bidang filsafat dan kemudian juga bidang pendidikan pada universitas-universitas di Mionnesota, Michigan, Chicago (1894-1904) dan akhirnya di Universitas Colombia (1904-1929).[1] Sekalipun Dewey terlepas dari William James, ia menghasilkan pemikiran yang nampaknya memiliki persamaan dengan gagasan James.
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah istrumentalis. Menurutnya tujuan filsafat ialah untuk mngatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia dan sekarang.[2]Tegasnya tugas filsafat yang utama adalahmemeberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dan kenyataan hidup.Oleh karena itu filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya.Filsafat harus berpijak pada pengalaman.filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience), dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu system norma-norma dan nilai-nilai.[3]
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori  yang logis dan tepat dari konsep-konsep, ppertimbangan- pertimbangan penyimpulan-penyimpula dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.[4]Menurut Dewey kita hidup di dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari apa yang kita namakan instrumenstalisme. Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan yang nyata dalam waktu.Kedua, futurism, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.Ketiga, millionarisme, berarti bahwa dunia dapat dinuat lebih baik dengan tenaga kita.pandangan ini juga di anut oleh William James.[5]
a.       Konsep Dewey tentang Pengalaman dan Pikiran
Pengalaman (experience) adalah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat Dewey adalah “ mengenai “ (about) dan “ untuk” (for) pengalaman sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses “ saling mempengaruhi “ (take and give) antara organisme yang hidup di lingkungan social dan fisik. Dewey menolak orang yang mencoba mengangggap rendah pengalaman manusia atau menolak untuk percaya bahwa seseorang telah berbuat demikian.Dewey mengatakan bahwa pengalaman bukannya suatu tabir yang menutupi manusia sehingga tidak melihat alam, pengalaman adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk memasuki rahasia-rahasia alam.[6]
Dunia yang ada sekarang ini, yakni dunia pria dan wanita dunia sawah dan pabrik, dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dunia kita yang hiruk pikuk dan bangsa-bangsa yang berjuang, adaloah dunia pengalaman kita.Kita harus berysaha memakainya dan kemudian berusaha membentuk suatu masyarakat dimana setiap orang dapat hidup dalam kemerdekaan dan kecerdasan.[7]
Dalam perjalanan pengalaman seseorang, pikiran selalu muncul untuk memberikan arti dari sejumlah situasi-situasi  yang terganggu oleh pekerjaan diluar hipotesis atau membimbing kepada perbuatan yang akan dilakukan.[8] Kegunaan kerja pikiran, kata Dewey tidak lain hanya merupakan cara untuk jalan untuk melayani kehidupan.makanya ia dengan kerasnya menuntut untuk menggunakan metode ilmu alam (scientific method) bagi semua lapangan pkiran, terutama dalam menilai persoalan akhlak (etika), estetika, politik dan ,lain-lain. Dengan demikian cara penilaian bisa berubah dan bisa disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan hidup.
Menurut Dewey, yang dimaksud dengan science method adalah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan. Dengan demikian, suatu pikiran bisa diajukan sebagai pemecahan suatu kesulitan (to solve problematic situation ), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar.[9]

b.      Dewey dan Pendidikan Progresif
Dewey memandang bahwa tipe dari pragmatismnya diasumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Pendidikan dipandang sebagai wahana yang strategis dan sentral dalam upaya kelangsungan hidup di masa depan. Pendidikan Nasional Amerika, menurut Dewey, hanya mengajarkan muatan-muatan yang sudah using (out of date) dan hanya mengulang-ulang sesuatu yang lampau, yang sebenarnya sudah tidak layak lagi diajarkan kepada anak didik. Pendidikan yang demikian hanya mengebiri intelektulitas anak didik.
Dalam bukunya Democracy and Education (1916), dewey mwnawarkan suatu konsep pendidikan yang adaptif dan progresif bagi perkembngan masa depan.
“ Dewey elaborated upon this teory that school reflect the community  and be partternedafter it so that when children graduate from school they will be properly adjusted to assume their place in society”[10]
Kutipan diatas dapat dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus mampu membekali anak didik sesuai dengan kebutuhan yang ada dilingkungan sosialnya. Sehingga, apabila anak didik tersebut telah lulus dari lembaga sekolah, ia bisa beradaptasi dengan masyarakatnya.
Untuk merealisasikan konsep tersebut, Dewey menawarkan dua pendekatan metode dalam pengajaran.Pertama,” problem solving method “.[11] Dengan metode ini anak-anak dihadapkan pada berbagai situasi dan  masalah-masalah yang menentang, dan anak didik diberi kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan perkembangan kemampuannya. Dengan metode semacam ini dengan sendirinya pola lama yang hanya mengandalkan guru sebgai satu-satunya pusat informasi (metode pedagogy) diambil kedudukannya oleh metode andragogy yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik. Kedua, “ learning by doing “.[12]Konsep ini diperlukan untuk menjebatani kesenjangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan dalam masyarakat.Supaya anak didik bisa eksis dalam masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya, maka mereka dibekali ketrampilan-ketrampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosialnya.

c.       Analitis Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme.
Ø  Kekuatan Pragmatisme
·         Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat kontemporer khusunya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan yang pesat baik dalam ilmu pengetahuan maupun tekhnologi. Pragmatism telah berhasil “ membumikan “ filsafat dari corak yang bersifat tender minded yang cenderung bersifat metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berpikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan materialis dan didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan disini (dunia), bukan nanti di akhirat. Dengan demikian, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal-hal yang sifatnya riil, indriawi dan yang manfaatnya bisa dinikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
·         Pragmatisme telah berhasil mendorong berpikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Berangkat dari sikaP skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen. Sehingga muncullah penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di bidang social dan ekonomi.
·         Sesuai dengan coraknya yang “sekuler”, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan ” , suatu kepercayaan dapat diterima apabila terbukti kebenarannya  lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatism tidak mengakui adanya sesuatu yang sacral atau mitos. Kebanyakan kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.

Ø  Kelemahan Pragmatisme
·         Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolut (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabila terbukti secra ilmiah dan percaya bahwa dunia ini mampu “ dibikin “ oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatism telah mengingkari sesuatu yang transcendental. Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatism sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mensapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap seperti ini menjurus kepada sifat-sifat ateisme.
·         Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatism adalah sesuatu yang nyata praktis dan langsung dapat dinikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatism menciptakan pola pikir masyarakat yang materialistis. Manusia berusaha keras untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat rohaniah, dalam dalam otak pragmatism telah dihinggapi oleh penyakit materialism.
·         Untuk mencapai tujuan materialismenya manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memedulikan lagi bahwa dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu hanya sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini, manusia pragmatism menderita penyakit humanism.
Terakhhir, seandainya William James dan John Dewey masih hidup dan menyaksikan masyarakat Amerika yang menganut ajaran filsafatnya atau yang terjadi pada dunia saat ini akibat menganut filsafatnya yang mengarah ke dalam kehidupan materialistis dan dalam pola kehidupan sosialnya semakin kea rah terjadinya dehumanisme dan ateisme, kami yakin keduanya akan mencabut kembali ajaran filsafatnya atau setidak-tidaknya merevisi kembali.













BAB III PENUTUP
v Kesimpulan
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah istrumentalis. Menurutnya tujuan filsafat ialah untuk mngatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia dan sekarang
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori  yang logis dan tepat dari konsep-konsep, ppertimbangan- pertimbangan penyimpulan-penyimpula dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan
1.      Konsep Dewey tentang Pengalaman dan Pikiran
Pengalaman (experience) adalah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat Dewey adalah “ mengenai “ (about) dan “ untuk” (for) pengalaman sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses “ saling mempengaruhi “ (take and give) antara organisme yang hidup di lingkungan social dan fisik.
2.      Dewey dan Pendidikan Progresif
Dewey memandang bahwa tipe dari pragmatismnya diasumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat.
3.      Analitis Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme.
Ø  Kekuatan Pragmatisme
Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat kontemporer khusunya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan yang pesat baik dalam ilmu pengetahuan maupun tekhnologi.
Pragmatisme telah berhasil mendorong berpikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada.
Sesuai dengan coraknya yang “sekuler”, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan ” , suatu kepercayaan dapat diterima apabila terbukti kebenarannya  lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatism tidak mengakui adanya sesuatu yang sacral atau mitos
Ø  Kelemahan Pragmatisme
Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolut (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabila terbukti secra ilmiah dan percaya bahwa dunia ini mampu “ dibikin “ oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatism telah mengingkari sesuatu yang transcendental.
Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatism adalah sesuatu yang nyata praktis dan langsung dapat dinikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatism menciptakan pola pikir masyarakat yang materialistis.
Untuk mencapai tujuan materialismenya manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memedulikan lagi bahwa dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.
Daftar Pustaka
Ali maksum.2011.Pengantar Filsafat.Jakarta: Ar-Ruzz Media
Juhaya, S.praja.2003.Aliran-Aliran Filsafat.Jakarta: Prenada Media


[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat..hlm. 133; Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat… hlm. 116
[2] Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm.347
[3] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat..hlm. 133-134
[4] William S. Sahakian, History of philosophy..hlm. 269; Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat… hlm. 116
[5]Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat… hlm. 117; Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm. 349
[6] Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm.347
[7] Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm. 349
[8]Richard H. Popkin dan Avrum Stroll, philosopy Made Simple… hlm. 279
[9] A. Hanafi, ikhtiar sejarah filsafat barat.. hlm.81-82
[10] William S. Sahakian, History of phyosopy… hlm. 267
[11] William S. Sahakian, History of phyosopy… hlm. 280
[12] Ray Billington, Living Phylosopy an Introduction to Moral Thought, (New York: Routledge & Kegen Paul,1988) hlm. 273

Tidak ada komentar:

Posting Komentar