PEMIKIRAN ILMIAH
NON POSITIVISTIK
( JOHN DEWEY )
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu Bp. Drs.Usman ,SS
Disunsun oleh:
·
GUNTUR SATRIA JATI ( 11410058 )
Kelompok 5
Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruaan
2012/2013
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN
v Latar Belakang
Manusia adalah
makhluk sosial yang eksploratif dan potensial.Manusia dikatakan makhluk yang
eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik
secara fisik maupun psikis.Manusia sebagai makhluk potensial karena pada diri
manusia tersimpan sejumlah kemempuan bawaan yang dapat diembangkan secara
nyata.Selanjutnya manusia disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa
daya karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal memerlukan bantuan dari
luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain adalah dalam bentuk bimbingan
serta pengarahan. Binbingan dan pengarahan yang diberikan dalam membantu
perkembangan tersebut pada hakekeatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan
manusia itu sendiri, yang sudaah tersimpan sebagai potensi bawaannya. Karena
itu bimbingan tidak searah dengan potensi yang dimiki akan berdampak negative
pada perkembangan manusia secara umum.
Pada jaman sekarang
ini banyak orang-orang yang berperilaku bebas dan berbuat semaunya sendiri,
bersifat metafisika dan kebenaran absolut (kebenaran tunggal), hanya mengakui
kebenaran apabila terbukti secra ilmiah dan percaya bahwa dunia ini mampu “
dibikin “ oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatism telah
mengingkari sesuatu yang transcendental. Kemudian pada perkembangan lanjut,
pragmatism sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mensapai kebutuhan
kehidupan,Tanpa memikirkan hal lain, yang semuanya apa saja yang ada di dunia
ini hanya dengan akal dan takkan ada hal lain kecuali hal itu. Menjadikan
manusia lebih bebas karena beraliran liberalism. Pendidikan dipandang sebagai
wahana yang strategis dan sentral dalam upaya kelangsungan hidup di masa depan.
mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada
hal-hal yang sifatnya riil, indriawi dan yang manfaatnya bisa dinikmati secara
praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.Pragmatisme telah berhasil
mendorong berpikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang
ada.Berangkat dari sikaP skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong
dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba lomba membuktikan suatu
konsep lewat penelitian penelitian, pembuktian-pembuktian dan
eksperimen-eksperimen.Sehingga muncullah penemuan-penemuan baru dalam dunia
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap
kemajuan di bidang social dan ekonomi.
BAB II PEMBAHASAN
John dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1959. Setelah menyelesaikan
studinya di Baltimore ia menjadi Guru Besar di bidang filsafat dan kemudian
juga bidang pendidikan pada universitas-universitas di Mionnesota, Michigan,
Chicago (1894-1904) dan akhirnya di Universitas Colombia (1904-1929).[1] Sekalipun Dewey terlepas dari
William James, ia menghasilkan pemikiran yang nampaknya memiliki persamaan
dengan gagasan James.
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya
dengan istilah istrumentalis. Menurutnya tujuan filsafat ialah untuk mngatur
kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia dan sekarang.[2]Tegasnya tugas filsafat yang
utama adalahmemeberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dan kenyataan
hidup.Oleh karena itu filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran
metafisis yang tiada faedahnya.Filsafat harus berpijak pada pengalaman.filsafat
harus berpijak pada pengalaman (experience), dan menyelidiki serta mengolah
pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun suatu system norma-norma dan nilai-nilai.[3]
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
ppertimbangan- pertimbangan penyimpulan-penyimpula dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.[4]Menurut Dewey kita hidup di dunia
yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami sebaik-baiknya
dengan meneliti tiga aspek dari apa yang kita namakan instrumenstalisme.
Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan yang nyata dalam
waktu.Kedua, futurism, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada
hari kemarin.Ketiga, millionarisme, berarti bahwa dunia dapat dinuat lebih baik
dengan tenaga kita.pandangan ini juga di anut oleh William James.[5]
a.
Konsep Dewey tentang Pengalaman
dan Pikiran
Pengalaman
(experience) adalah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat
Dewey adalah “ mengenai “ (about) dan “ untuk” (for) pengalaman sehari-hari.
Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses “ saling
mempengaruhi “ (take and give) antara organisme yang hidup di lingkungan social
dan fisik. Dewey menolak orang yang mencoba mengangggap rendah pengalaman
manusia atau menolak untuk percaya bahwa seseorang telah berbuat demikian.Dewey
mengatakan bahwa pengalaman bukannya suatu tabir yang menutupi manusia sehingga
tidak melihat alam, pengalaman adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk
memasuki rahasia-rahasia alam.[6]
Dunia yang ada
sekarang ini, yakni dunia pria dan wanita dunia sawah dan pabrik, dunia
tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dunia kita yang hiruk pikuk dan
bangsa-bangsa yang berjuang, adaloah dunia pengalaman kita.Kita harus berysaha
memakainya dan kemudian berusaha membentuk suatu masyarakat dimana setiap orang
dapat hidup dalam kemerdekaan dan kecerdasan.[7]
Dalam perjalanan
pengalaman seseorang, pikiran selalu muncul untuk memberikan arti dari sejumlah
situasi-situasi yang terganggu oleh
pekerjaan diluar hipotesis atau membimbing kepada perbuatan yang akan
dilakukan.[8] Kegunaan kerja pikiran, kata
Dewey tidak lain hanya merupakan cara untuk jalan untuk melayani
kehidupan.makanya ia dengan kerasnya menuntut untuk menggunakan metode ilmu
alam (scientific method) bagi semua lapangan pkiran, terutama dalam menilai
persoalan akhlak (etika), estetika, politik dan ,lain-lain. Dengan demikian
cara penilaian bisa berubah dan bisa disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan hidup.
Menurut Dewey, yang
dimaksud dengan science method adalah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga
bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan. Dengan demikian,
suatu pikiran bisa diajukan sebagai pemecahan suatu kesulitan (to solve
problematic situation ), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar.[9]
b.
Dewey dan Pendidikan Progresif
Dewey memandang
bahwa tipe dari pragmatismnya diasumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai
jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Pendidikan dipandang sebagai wahana yang
strategis dan sentral dalam upaya kelangsungan hidup di masa depan. Pendidikan
Nasional Amerika, menurut Dewey, hanya mengajarkan muatan-muatan yang sudah
using (out of date) dan hanya mengulang-ulang sesuatu yang lampau, yang
sebenarnya sudah tidak layak lagi diajarkan kepada anak didik. Pendidikan yang
demikian hanya mengebiri intelektulitas anak didik.
Dalam bukunya
Democracy and Education (1916), dewey mwnawarkan suatu konsep pendidikan yang
adaptif dan progresif bagi perkembngan masa depan.
“ Dewey elaborated upon this
teory that school reflect the community
and be partternedafter it so that when children graduate from school
they will be properly adjusted to assume their place in society”[10]
Kutipan diatas
dapat dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus mampu membekali anak didik
sesuai dengan kebutuhan yang ada dilingkungan sosialnya. Sehingga, apabila anak
didik tersebut telah lulus dari lembaga sekolah, ia bisa beradaptasi dengan
masyarakatnya.
Untuk
merealisasikan konsep tersebut, Dewey menawarkan dua pendekatan metode dalam
pengajaran.Pertama,” problem solving method “.[11] Dengan metode ini anak-anak
dihadapkan pada berbagai situasi dan
masalah-masalah yang menentang, dan anak didik diberi kebebasan
sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan perkembangan
kemampuannya. Dengan metode semacam ini dengan sendirinya pola lama yang hanya
mengandalkan guru sebgai satu-satunya pusat informasi (metode pedagogy) diambil
kedudukannya oleh metode andragogy yang lebih menghargai perbedaan individu
anak didik. Kedua, “ learning by doing “.[12]Konsep ini diperlukan untuk
menjebatani kesenjangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan dalam
masyarakat.Supaya anak didik bisa eksis dalam masyarakat bila telah
menyelesaikan pendidikannya, maka mereka dibekali ketrampilan-ketrampilan
praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosialnya.
c.
Analitis Kritis atas Kekuatan dan
Kelemahan Pragmatisme.
Ø Kekuatan
Pragmatisme
·
Kemunculan pragmatis sebagai
aliran filsafat kontemporer khusunya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan
yang pesat baik dalam ilmu pengetahuan maupun tekhnologi. Pragmatism telah
berhasil “ membumikan “ filsafat dari corak yang bersifat tender minded yang
cenderung bersifat metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung
berpikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan materialis dan didasarkan pada
kebutuhan-kebutuhan disini (dunia), bukan nanti di akhirat. Dengan demikian,
filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar
mempercayai (belief) pada hal-hal yang sifatnya riil, indriawi dan yang
manfaatnya bisa dinikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
·
Pragmatisme telah berhasil mendorong
berpikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Berangkat
dari sikaP skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi
semangat pada seseorang untuk berlomba lomba membuktikan suatu konsep lewat
penelitian penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen.
Sehingga muncullah penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di bidang
social dan ekonomi.
·
Sesuai dengan coraknya yang
“sekuler”, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan ” ,
suatu kepercayaan dapat diterima apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga
pragmatism tidak mengakui adanya sesuatu yang sacral atau mitos. Kebanyakan
kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan
manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.
Ø Kelemahan
Pragmatisme
·
Karena pragmatisme tidak mau mengakui
sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolut (kebenaran tunggal),
hanya mengakui kebenaran apabila terbukti secra ilmiah dan percaya bahwa dunia
ini mampu “ dibikin “ oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatism
telah mengingkari sesuatu yang transcendental. Kemudian pada perkembangan
lanjut, pragmatism sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mensapai
kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap seperti ini menjurus kepada sifat-sifat ateisme.
·
Karena yang menjadi kebutuhan
utama dalam filsafat pragmatism adalah sesuatu yang nyata praktis dan langsung
dapat dinikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatism menciptakan pola pikir
masyarakat yang materialistis. Manusia berusaha keras untuk mencukupi
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat rohaniah, dalam dalam otak pragmatism telah
dihinggapi oleh penyakit materialism.
·
Untuk mencapai tujuan
materialismenya manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memedulikan
lagi bahwa dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja
tanpa mengenal batas waktu hanya sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka
dalam struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari
sini, manusia pragmatism menderita penyakit humanism.
Terakhhir, seandainya William James dan John Dewey masih hidup dan
menyaksikan masyarakat Amerika yang menganut ajaran filsafatnya atau yang
terjadi pada dunia saat ini akibat menganut filsafatnya yang mengarah ke dalam
kehidupan materialistis dan dalam pola kehidupan sosialnya semakin kea rah
terjadinya dehumanisme dan ateisme, kami yakin keduanya akan mencabut kembali
ajaran filsafatnya atau setidak-tidaknya merevisi kembali.
BAB III PENUTUP
v Kesimpulan
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya
dengan istilah istrumentalis. Menurutnya tujuan filsafat ialah untuk mngatur
kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia dan sekarang
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
ppertimbangan- pertimbangan penyimpulan-penyimpula dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan
1.
Konsep Dewey tentang Pengalaman
dan Pikiran
Pengalaman
(experience) adalah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat
Dewey adalah “ mengenai “ (about) dan “ untuk” (for) pengalaman sehari-hari.
Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses “ saling
mempengaruhi “ (take and give) antara organisme yang hidup di lingkungan social
dan fisik.
2.
Dewey dan Pendidikan Progresif
Dewey memandang
bahwa tipe dari pragmatismnya diasumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai
jangkauan aplikasi dalam masyarakat.
3.
Analitis Kritis atas Kekuatan dan
Kelemahan Pragmatisme.
Ø Kekuatan
Pragmatisme
Kemunculan
pragmatis sebagai aliran filsafat kontemporer khusunya di Amerika Serikat,
telah membawa kemajuan yang pesat baik dalam ilmu pengetahuan maupun
tekhnologi.
Pragmatisme telah
berhasil mendorong berpikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala
yang ada.
Sesuai dengan
coraknya yang “sekuler”, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang
mapan ” , suatu kepercayaan dapat diterima apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga
pragmatism tidak mengakui adanya sesuatu yang sacral atau mitos
Ø Kelemahan
Pragmatisme
Karena pragmatisme
tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolut
(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabila terbukti secra ilmiah dan
percaya bahwa dunia ini mampu “ dibikin “ oleh manusia sendiri, secara tidak
langsung pragmatism telah mengingkari sesuatu yang transcendental.
Karena yang menjadi
kebutuhan utama dalam filsafat pragmatism adalah sesuatu yang nyata praktis dan
langsung dapat dinikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatism menciptakan
pola pikir masyarakat yang materialistis.
Untuk mencapai
tujuan materialismenya manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memedulikan lagi bahwa dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.
Daftar Pustaka
Ali
maksum.2011.Pengantar Filsafat.Jakarta: Ar-Ruzz Media
Juhaya,
S.praja.2003.Aliran-Aliran Filsafat.Jakarta: Prenada Media
[1] Harun Hadiwijono, Sari
Sejarah Filsafat Barat..hlm. 133; Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat…
hlm. 116
[2] Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm.347
[3] Harun Hadiwijono, Sari
Sejarah Filsafat Barat..hlm. 133-134
[4] William S. Sahakian, History of philosophy..hlm. 269; Juhaya S.
Praja, Aliran-Aliran Filsafat… hlm. 116
[5]Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat… hlm. 117; Harold H. Titus,
persoalan-persoalan filsafat… hlm. 349
[6] Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm.347
[7] Harold H. Titus, persoalan-persoalan filsafat… hlm. 349
[8]Richard H. Popkin dan Avrum Stroll, philosopy Made Simple… hlm. 279
[9] A. Hanafi, ikhtiar sejarah filsafat barat.. hlm.81-82
[10] William S. Sahakian, History of phyosopy… hlm. 267
[11] William S. Sahakian, History of phyosopy… hlm. 280
[12] Ray Billington, Living Phylosopy an Introduction to Moral Thought,
(New York: Routledge & Kegen Paul,1988) hlm. 273
Tidak ada komentar:
Posting Komentar