HADITS
MUAMALAH
(
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR dan ETOS KERJA)
Makalah
ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Hadits
Dosen
Pengampu : Drs. Nur Hidayat, M.Ag.
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin,
puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hadits Muamalah bagian Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Etos Kerja” dengan
baik. Sholawat dan salam
senantiasa kita curahkan kepada Rasulullah Muhammad saw. dan semoga kita
termasuk golongan yang mendapat syafa’at beliau kelak di hari akhir.
Namun demikian, kami menyadari bahwa
keberhasilan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak baik moril maupun materiil. Untuk
itu, kami sampaikan terima kasih kepada bapak Drs. Nur Hidayat, M. Ag, selaku
dosen pengampu mata kuliah Al-Hadits yang senantiasa mendampingi dan membimbing
kami dengan penuh keikhlasan dalam memberikan pengetahuannya.
Makalah ini disusun guna
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Hadits. Kami menyadari bahwa dalam
makalah ini masih banyak kekurangannya karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan.
Oleh karana itu, kami mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini ditemukan
kekeliruan. Segala saran dan kritik yang sifatnya membangun senantiasa kami
harapkan dari pembaca sekalian, sehingga dapat dijadikan koreksi pada kami
untuk melakukan perbaikan selanjutnya.
Demikian, semoga
makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Yogyakarta, 3
Desember 2011
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar....................…………………………………………………………. i
Daftar Isi.......……………………………………………………………..................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang....……………………………………….............................. 1
B.
Tujuan.......…………………………………………………………………. 1
C.
Rumusan Masalah ...........………………………………………………….. 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1).
Mempertimbangkan Antara Maslahat dan Mafsadah………………........ 3
2).
Karakteristik Melakukan Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar..........………….... 4
3). Syarat
Perbuatan yang Wajib Diingkari.........……………………............. 5
B.
Etos Kerja
1).
Fungsi dan Tujuan Etos Kerja ………...…………………………….....…. 8
2).
Etos Kerja
Islami………………………………………………………..… 8
3).
Perlunya Etos Kerja Islami………………………………………………..10
4).
Tujuan Menjadi pekerja…………………………………………………...11
5).
Etos kerja islam dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat..................12
6).
Beberapa nilai (anggapan) yang
menghambat etos kerja...........................13
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN…………………………………………………………….……16
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………17
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa
ini seringkali ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh manusia terutama
umat Islam. Banyak diantara mereka yang
tidak mematuhi perintah agama Islam seperti meniggalkan sholat, zakat dan
beberapa kewajiban beribadah lainnya yang telah ditentukan oleh agama Islam.
Mereka juga banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, seperti
perjudian, perzinaan, pembunuhan yang telah merajalela dimana-mana. Dengan
melihat kondisi seperti ini, maka penting sekali melakukan amar ma’ruf nahi
munkar yaitu mengajak kepada kebaikan serta mencegah kemungkaran guna
terwujudnya masyarakat yang damai dan tidak mempermainkan agama.
Selain
itu, etos kerja yang baik diperlukan oleh umat muslim agar dapat terhindar dari
pekerjaan yang jauh dari ridla Allah SWT, karena di zaman sekarang ini banyak
orang yang bekerja dengan cara tidak
jujur, tidak bertanggung jawab, serta bekerja seenaknya sendiri, bahkan cara
yang tidak diperbolehkan menurut syariat pun tetap dilakukan untuk memperoleh
keuntungan yang besar dan tidak memperdulikan konsekuensinya.
- Tujuan
Mengkaji lebih
dalam tentang karakteristik manusia yang meakukan amar ma’ruf nahi munkar dan
mengetahui prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan amar ma’ruf
nahi munkar, serta mendalami kajian tentang etos kerja menurut syariat Islam
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
- Rumusan Masalah
Batasan
yang digunakan supaya pembahasan tidak menyimpang dari materi yang ditentukan
adalah sebagai berikut :
- Bagaimana karakteristik orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar ?
- Apa saja kaidah penting dan prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar ?
- Bagaimanakah etos kerja menurut pandangan Islam ?
BAB
II
PEMBAHASAN
- AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Amar ma'ruf nahi
munkar (الامربالمعروف والنهي عن المنكر) adalah sebuah frase dalam bahasa Arab yang memiliki pengertian yaitu sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik
dan mencegah hal-hal yang buruk bagi
umat manusia. Hal ini merupakan sebuah kewajiban bagi manusia terutama umat Islam kepada
sesamanya dan menyesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya serta kondisi yang
terjadi pada lingkungannya. Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi mungkar yang dibebankan kepada
setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan
tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan,
sebab ia hanya diperintah menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak harus
sampai bisa diterima oleh yang diberi peringatan.
. Kemudian, amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan
wajib kifayah, sehingga jika telah ada yang menjalankannya, maka yang lain
terbebas. Jika semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang
mampu melaksanakannya, terkecuali yang ada udzur. Kemudian ada kalanya menjadi
wajib ‘ain bagi seseorang. Misalnya, jika di suatu tempat yang tidak ada orang
lain yang mengetahui kemungkaran itu selain dia, atau kemungkaran itu hanya
bisa dicegah oleh dia sendiri, misalnya seseorang yang melihat istri, anak,
atau pembantunya melakukan kemungkaran atau kurang dalam melaksanakan
kewajibannya.
Rasulullah
Saw bersabda, "Bersungguh-sungguhlah kalian dalam menyeru yang makruf,
bersungguh-sungguh pulalah kalian dalam mencegah yang munkar. Jika tidak, maka
Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk di antara kalian, dan
doa orang-orang baik di antara kalian (tetapi diam terhadap kemunkaran) tidak
akan dikabulkan oleh Allah," (HR Imam Bazzar).
Hadits di atas menjelaskan kepada kita akan
kewajiban setiap Muslim untuk senantiasa melakukan aktivitas dakwah Islamiyah.
Kita diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk senantiasa menegakkan kebenaran di
manapun kita berada, dan dalam posisi apa pun.
Rasulullah saw. bersabda
di dalam kitab Arba’in An-Nawawi, hadits nomor 34 yang berbunyi :
عن أبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – قال : قال سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول - من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن
لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان - رواه مسلم
|
Artinya : Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu’anhu,
ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda
: “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya
(mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan
lidahnya (menasihatinya) dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya
(merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah
iman”. (H.R. Muslim)
|
Imam
Al-Marrudzy bertanya
kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Bagaimana melakukan Amar ma’ruf dan nahi
mungkar?” Beliau menjawab, “Dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini
paling ringan,” saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan
tangan?” Beliau menjawab, “Memisahkan di antara mereka,” dan
saya melihat beliau melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu beliau
memisahkan di antara mereka.
Dalam
riwayat lain beliau berkata, “Merubah (mengingkari) dengan tangan bukanlah
dengan pedang dan senjata.”[1]
Adapun
dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama
muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri,
dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubhat
(kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
Imam
Ibnu Rajab berkata, “Seluruh hadits ini menjelaskan wajibnya mengingkari
kemungkaran sesuai dengan kemampuan, dan sesungguhnya mengingkari dengan hati
sesuatu yang harus dilakukan, barang siapa yang tidak mengingkari dengan
hatinya, maka ini pertanda hilangnya keimanan dari hatinya.”[2]
Dikatakan dalam sebuah riwayat :
قال رجل لعبدالله ابن مسعودرضي الله عنه : هلك من لم
ياءمربالمعروف ولم ينه عن المنكر فقال ابن مسعود : بل هلك من لم يعرف المعروف
بقلبه و لم ينكرالمنكربقلبه (رواه ابن ابي شيبة)
Artinya : Ada Salah
seorang berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Binasalah orang yang tidak menyeru kepada
kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran”, lalu Ibnu Mas’ud berkata,
“Justru binasalah orang yang tidak mengetahui dengan hatinya kebaikan dan tidak
mengingkari dengan hatinya kemungkaran.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah
dalam Mushonnaf beliau no. 37581)
Seorang Muslim harus memiliki komitmen yang kuat untuk
menegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar. Ia tidak boleh berdiam diri manakala melihat berbagai bentuk kezaliman
dan kemunkaran.Bila umat Islam
tidak melakukan kegiatan amar makruf nahi munkar, maka Allah akan menimpakan
dua akibat. Pertama, Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk
di antara komponen suatu masyarakat dan bangsa. Seluruh aspek kehidupan akan
dikendalikan dan diarahkan oleh orang-orang yang tidak bermoral, baik itu aspek
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan keamanan, maupun
aspek-aspek kehidupan lainnya. Yang akan terjadi adalah berbagai kehancuran dan
kerusakan. Azab akan turun silih berganti.Kedua, Allah tidak akan mengabulkan
doa orang-orang baik di antara mereka, tetapi orang-orang baik tersebut diam
dan tidak berbuat sesuatu untuk mencegah terjadinya kemaksiatan. Untuk itulah
umat Islam harus senantiasa melakukan proses koreksi dan introspeksi secara
terus-menerus. Bukan tidak mungkin, keterpurukan bangsa ini disebabkan oleh
kelalaian umat Islam dalam beramar makruf dan nahi munkar.
Kemudian dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar terdapat beberapa
kaidah penting dan prinsip dasar yang harus diperhatikan, jika tidak diperhatikan
niscaya akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, diantaranya sebagai
berikut :
- Mempertimbangkan Antara Maslahat dan Mafsadah
Seseorang
yang melakukan amar ma’ruf dan nahi
mungkar harus memperhatikan dan mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadat
dari perbuatannya tersebut, jika maslahat yang ditimbulkan lebih besar dari
mafsadatnya maka ia boleh melakukannya, tetapi jika menyebabkan kejahatan dan
kemungkaran yang lebih besar maka haram ia melakukannya, sebab yang demikian
itu bukanlah sesuatu yang di perintahkan oleh Allah SWT, sekalipun kemungkaran
tersebut berbentuk suatu perbuatan yang meninggalkan kewajiban dan melakukan
yang haram. Hal ini sesuai dengan firman
Allah swt :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3øn=tæ öNä3|¡àÿRr&
( w
Nä.ÛØt `¨B ¨@|Ê #sÎ)
óOçF÷ytF÷d$#
4 n<Î)
«!$# öNä3ãèÅ_ótB $YèÏHsd
Nä3ã¥Îm;uZãsù
$yJÎ/
öNçGZä. tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÉÎÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu,
Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah
mendapat petunjuk. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan
menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah :105 )
Ayat ini menjelaskan bahwa kesesatan orang lain itu tidak
akan memberi mudharat kepadamu, Asal kamu telah mendapat petunjuk. tapi
tidaklah berarti bahwa orang tidak disuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar.
Ada sebuah riwayat yang mengatakan, “Sesungguhnya
perintah dan larangan jika menimbulkan maslahat dan menghilangkan mafsadat maka
harus dilihat sesuatu yang berlawanan dengannya, jika maslahat yang hilang atau
kerusakan yang muncul lebih besar maka bukanlah sesuatu yang diperintahkan,
bahkan sesuatu yang diharamkan apabila kerusakannya lebih banyak dari
maslahatnya, akan tetapi ukuran dari maslahat dan mafsadat adalah kacamata
syari’at.”
Imam Ibnu Qoyyim berkata, “Jika mengingkari
kemungkaran menimbulkan sesuatu yang lebih mungkar dan dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, maka tidak boleh dilakukan,
sekalipun Allah membenci pelaku kemungkaran dan mengutuknya.”[3]
Oleh
karena itu perlu dipahami dan diperhatikan empat tingkatan kemungkaran dalam mencegah
kemungkaran yaitu sebagai berikut :
- Hilangnya kemungkaran secara total dan digantikan oleh kebaikan.
- Berkurangnya kemungkaran, sekalipun tidak tuntas secara keseluruhan.
- Digantikan oleh kemungkaran yang serupa.
- Digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar.
Pada
tingkatan pertama dan kedua disyari’atkan untuk mencegah kemungkaran, tingkatan ketiga
butuh ijtihad, sedangkan yang keempat dilarang
dan haram melakukannya.[4]
- Karakteristik seseorang yang melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Sekalipun
amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban setiap orang yang mempunyai
kemampuan dalam melakukannya,
akan tetapi orang yang melakukan hal itu harus memiliki kreteria berikut ini :
a.
Berilmu
Amar
ma’ruf dan nahi mungkar adalah ibadah yang sangat mulia, dan sebagaimana yang diketahui bahwa suatu ibadah
tidak akan diterima oleh Allah SWT kecuali apabila dilakukan dengan ikhlas
kepada-Nya dan sebagai amal yang saleh, suatu amalan tidak akan mungkin menjadi
amal saleh kecuali apabila berlandaskan ilmu yang benar. Karena seseorang yang
beribadah tanpa ilmu maka ia lebih banyak merusak dari pada memperbaiki,
karena ilmu adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.
b.
Lemah lembut dan santun
Seseorang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi
mungkar hendaklah mempunyai sifat lemah lembut dan penyantun, sebab segala
sesuatu yang disertai lemah lembut akan bertambah indah dan baik, dan
sebaliknya jika kekerasan menyertai sesuatu maka akan menjadi buruk. Dilakukan dengan sikap santun agar dapat lebih
mendekatkan kepada tujuan. Imam Syafi’i berkata : “Orang yang menasihati
saudaranya dengan cara tertutup, maka orang itu telah benar-benar menasihatinya
dan berbuat baik kepadanya. Akan tetapi orang yang menasihatinya secara
terbuka, maka sesungguhnya ia telah menistakannya dan merendahkannya”.
Imam Ahmad berkata, “Manusia butuh akan sikap mudara’ah
(menyikapinya sesuatu dengan lembut) dan lemah lembut dalam amar ma’ruf dan
nahi mungkar, tanpa kekerasan kecuali seseorang yang terang-terangan melakukan
dosa, maka wajib atasmu melarang dan memberitahunya, karena dikatakan, ‘Orang
fasik tidak memiliki kehormatan’ maka mereka tidak ada kehormatannya.”
c.
Sabar
Hendaklah
seseorang yang yang melakukan amar
ma’ruf dan nahi mungkar bersifat sabar, sebab sudah merupakan sunnatullah bahwa
setiap orang yang mengajak kepada kebenaran dan kebaikan serta mencegah dari
kemungkaran pasti akan menghadapi berbagai
macam bentuk cobaan, jika ia tidak bersabar dalam
menghadapinya maka kerusakan yang ditimbulkan lebih banyak dari kebaikannya.
Sebagaimana Firman Allah SWT tentang wasiat Luqman terhadap anaknya, berbunyi :
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$#
öãBù&ur
Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur
Ç`tã Ìs3ZßJø9$#
÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ
Artinya :“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (Q.S. Luqman : 17)
- Syarat Perbuatan yang Wajib Diingkari
Tidak
semua kemungkaran dan kesalahan yang wajib diingkari, kecuali perbuatan dan
kemungkaran yang memenuhi persyaratan berikut ini:
a.
Perbuatan tersebut
benar suatu kemungkaran, kecil atau besar.
Mencegah kemungkaran
tidak khusus terhadap dosa besar saja, tetapi mencakup juga dosa kecil, dan
juga tidak disyaratkan kemungkaran tersebut berbentuk maksiat, barang siapa
yang melihat anak kecil atau orang gila sedang meminum khamer maka wajib atasnya
menumpahkan khamer
tersebut dan melarangnya, begitu juga jika seseorang melihat orang gila
melakukan zina dengan seorang perempuan gila atau binatang, maka wajib atasnya
mengingkari perbuatan tersebut sekalipun dalam keadaan sendirian, sementara
perbuatan ini tidak dinamakan maksiat bagi orang gila.
b.
Kemungkaran tersebut
masih ada. Kemungkaran tersebut
benar-benar ada tatkala seorang yang mencegah kemungkaran tersebut melihatnya,
apabila si pelaku telah selesai melakukan kemungkaran tersebut maka tidak boleh
diingkari kecuali dengan cara nasehat, bahkan dalam keadaan seperti ini lebih
baik ditutupi, sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
من
ستر مسلما ستره الله في الدنيا والآخرة (روه مسلم)
“Barangsiapa yang menutupi (kesalahan) seorang muslim, maka
Allah SWT akan menutupi (dosa dan kesalahan)nya di dunia dan
akhirat.” (HR. Muslim)
Sebagai
contoh :
Seseorang yang telah selesai minum khamr kemudian mabuk, maka tidak boleh
diingkari kecuali dengan cara menasihati apabila ia telah sadar. Dan menutupi kesalahan dan
dosa seorang muslim tentunya sebelum hukum dan permasalahan tersebut sampai ke
tangan pemerintah atau pihak yang berwenang, atau orang tersebut seseorang yang
berwibawa dan tidak dikenal melakukan kemungkaran, apabila permasalahan
tersebut telah sampai ke tangan pemerintah dengan cara yang syar’i, dan orang
tersebut dikenal melakukan kerusakan
dan kemungkaran, maka tidak boleh ditutupi dan diberi
syafaat. Adapun kemungkaran yang diperkirakan akan muncul dengan tanda-tanda
dan keadaan tertentu, maka tidak boleh diingkari kecuali dengan cara nasehat lewat
ceramah agama, khutbah, atau memberi
nasehat langsung kepada orang tersebut.
Rasulullah
saw juga bersabda :
عن أبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – قال : قال سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول - من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن
لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان - رواه مسلم
|
Artinya : Dari
Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat
kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya
(kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) dan
jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak
setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (H.R. Muslim)
|
|
Persyaratan
ini diambil dari hadits di atas, (من رأى منكم منكرا),
Manthuq (lafadz)nya menjelaskan bahwa pengingkaran berkaitan dengan
penglihatan, Mafhumnya: Barangsiapa yang tidak melihat maka tidak wajib
mengingkari.
c.
Kemungkaran
tersebut merupakan suatu yang disepakati, bukan permasalahan khilafiyah. Jika
permasalahan tersebut khilafiyah, yang berbeda pendapat ulama dalam menilainya
maka tidak boleh bagi yang melihat untuk mengingkarinya, kecuali permasalahan
yang khilaf di dalamnya sangat lemah yang tidak berarti sama sekali, maka ia
wajib mengingkarinya, sebab tidak semua khilaf yang bisa diterima, kecuali
khilaf yang memiliki sisi pandang yang jelas. Misalnya jika melihat seseorang
memakan daging unta kemudian ia berdiri dan langsung shalat, jangan diingkari,
sebab ini adalah permasalahan khilafiyah.
Di antara contoh permasalahan yang khilafiyah yang tidak
berarti, dan sebagai sarana untuk berbuat suatu yang diharamkan, seperti nikah
mut’ah (kawin kontrak) dan ini adalah suatu cara untuk menghalalkan zina,
bahkan sebagian ulama mengatakan ini adalah perzinaan yang nyata. Dalam hal ini
ulama Ahlus sunnah sepakat tentang haramnya nikah mut’ah kecuali kaum Syi’ah
(Rafidhah), dan khilaf mereka di sini tidak ada harganya sama sekali.
- ETOS KERJA (KERJA KERAS)
Etos berasal
dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter,
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu,
tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.
Secara
terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan
dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu suatu aturan umum atau cara hidup,
suatu tatanan aturan perilaku, dan penyelidikan tentang jalan hidup dan
seperangkat aturan tingkah laku.
Rasullah saw. bersabda :
اعمالوا
لدنياك كانك تعيش ابداواعمالوالاخرتك كانك تموت غدا
Artinya : Bekerjalah kamu
sekalian untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beramalah kamu
sekalian untuk akhiratmu seakan-akan kamu esok mati.
1. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja
Secara umum,
etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan
individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja
adalah:
a.Pendorang timbulnya perbuatan
b. Penggairah
dalam aktivitas.
c. Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya
motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Pandangan Islam mengenai etos
kerja, di mulai dari usaha mengangkap sedalam-dalamnya sabda nabi yang
mengatakan bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung pada niat-niat yang
dipunyai pelakunya, jika tujuannya tinggi mencari keridhaan Allah swt. maka ia
pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah
(seperti misalnya hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka)
maka setingkat pula nilai kerjanya.
2. Etos kerja Islami
Setiap pekerja,
terutama yang beragama islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami,
karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari
pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk didalamnya
menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu seleksi memililih pekerjaan
menumbuhkan etos kerja yang islami menjadi suatu keharusan bagi semua
pekerjaan. Adapun etos kerja yang islami tersebut adalah: niat ikhlas karena
Allah semata, kerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi.
Etos kerja
Islami adalah akhlak dalam bekerja sesuai dengan nilai-nilai islam sehingga
dalam melaksanakannya tidak perlu lagi dipikir-pikir karena jiwanya sudah
meyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Ciri-ciri orang
yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap
dan tingkah lakunya, diantaranya:
a.
Orientasi
ke masa depan
Artinya semua
kegiatan harus direncanakan dan diperhitungkan untuk menciptakan masa depan
yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang. Untuk
itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari
esok.
b.
Kerja
keras dan teliti serta menghargai waktu
Kerja santai,
tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga dan waktu adalah bertentangan dengan
nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan
tiga hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh dan membina
komunikasi sosial, seperti firman Allah SWT:
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya :” Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian,.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”.( Q.S. Al-Asr
: 1-3)
c.
Bertanggung
jawab
Semua masalah
diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik
kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan
melemparkan kesalahan di bawah. Allah swt. berfirman :
÷bÎ) óOçFY|¡ômr& óOçFY|¡ômr& ö/ä3Å¡àÿRL{ ( ÷bÎ)ur öNè?ù'yr& $ygn=sù 4 #sÎ*sù uä!%y` ßôãur ÍotÅzFy$# (#qä«ÿ½Ý¡uÏ9 öNà6ydqã_ãr (#qè=äzôuÏ9ur yÉfó¡yJø9$# $yJ2 çnqè=yzy tA¨rr& ;o§tB (#rçÉi9tFãÏ9ur $tB (#öqn=tã #·Î6÷Ks? ÇÐÈ
Artinya :” Jika kamu berbuat baik (berarti)
kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka
(kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan
muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu
memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja
yang mereka kuasai”. (Q.S.
Al-Isra’ : 7)
d.
Hemat
dan sederhana
Seseorang yang
memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam
yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien
dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros,
karena boros adalah sikapnya setan.
e.
Adanya
iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang
atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai
secara wajar tanpa merugikan orang lain. Firman Allah swt
:
وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا
يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
Artinya: Dan
bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S.
Al-Baqarah: 148)
- Perlunya etos kerja islami
Manusia adalah makhluk kerja yang ada persamaannya
dengan hewan yang juga bekerja dengan gayanya sendiri. Tetapi tentu lain dalam
caranya hewan bekerja semata berdasarkan naluriah, tidak ada etos, kode etik
atau permainan akal. Tetapi manusia memilikinya. Manusia harus mempunyai etos dan pendayagunaan
akal untuk meringankan beban tenaga yang terbatas maupun meraih prestasi yang
sehebat mungkin.
Bilamana manusia bekerja tanpa etos, tanpa moral dan
akhlak, maka gaya kerja manusia meniru hewan, turun ketingkat kerendahan.
Demikian juga bilamana manusia bekerja tanpa menggunakan akal maka hasil
kerjanya tidak akan memperoleh kemajuan apa-apa. Kemudian etos yang diperlukan
dalam bekerja untuk mencapai hasil yang baik dan mulia, terhormat, serta berkah
yaitu kembali kepada status manusia itu sendiri sebagai makhluk dan hamba Allah
swt. Manusia diciptakan
dengan berbagai kelengkapan subjektif dan objektif untuk bekerja. Anatomi
manusia ciptaan Allah swt. itu
dilengkapi dengan anggota-anggota yang memang praktis untuk bekerja, terutama
kedua tangan, kaki, panca indera dan lain-lain. Allah swt menganugerahkan akal
pikiran, kemudian yang lebih tinggi lagi ialah tuntunan, pedoman dan petunjuk
melalui risalah yang dibawa Rasulullah saw.
- Tujuan dalam kerja keras
Tujuan bekerja
keras dalam islam bukan hanya sekedar memenuhi naluri yakni hidup untuk
kepentingan perut semata. Islam memberikan pengarahan kepada suatu tujuan
filosofis yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan ideal yang sempurna yakni untuk
memperhambakan diri, mencari ridha Allah swt.
Dengan demikian tidak hanya ibadah shalat saja yang termasuk dalam mencari
pahala dari Allah swt.
Tetapi ibadah dalam pengertian yang luas juga meliputi bidang duniawiyah yang
kesemuanya itu dilakukan dengan niat mencari ridha Allah swt.
Diantara
berbagai tujuan bekerja dalam Islam,
dapat disimpulkan bahwa tujuan bekerja keras
ialah untuk sebagai
berikut :
a.
Memenuhi kebutuhan
hidup
Firman
Allah SWT :
Æ÷tGö/$#ur
!$yJÏù 9t?#uä
ª!$# u#¤$!$#
notÅzFy$# ( wur [Ys?
y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr&
ª!$# øs9Î)
( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$#
Îû ÇÚöF{$#
( ¨bÎ) ©!$# w
=Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS
Al- Qashash : 77)
b.
Mencari nafkah keluarga
Hal ini merupakan
salah satu tujuan yang mulia bekerja dalam pandangan islam,
yakni melaksanakan kewajiban dan kebajikan dalam urusan rumah tangga yang
diperintahkan oleh agama. Terpenuhinya kebutuhan keluarga memungkinkan
terciptanya suasana yang tentram dan bahagia dalam lingkungan rumah tangga,
suatu keadaan yang diperlukan sebagai landasan ketenagaan berbakti kepada Allah
swt dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Sebaliknya apabila keluarga ditelantarkan dengan jalan
pengangguran, maka memungkinkan adanya sejumlah kasus rumah tangga yang goncang
dan mengalami konflik/tidak harmonis.
c.
Kepentingan amal sosial
(shadaqah)
Manusia selaku makhluk sosial, saling bergantung
antara satu dengan yang lain dalam memenuhi hajat hidupnya. Kita banyak
ditolong orang dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi kita, maka kita pun
seharusnya memberikan pertolongan kepada orang lain yang memerlukannya.
Memberikan pertolongan itu ada macam-macam bentuknya, yakni : bantuan tenaga,
fikiran, dan material.
d.
Menolak kemungkaran
Apabila kondisi sosial menjadi
sejahtera karena bekerja dengan halal, maka sejumlah kemungkaran lainnya dapat
dikurangi bahkan dapat dihilangkan, seperti pencurian, perampokan, perjudian,
korupsi dan lain-lain.
5.
Etos kerja islam dan
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat
Nabi besar Muhammad Saw memiliki kerangka landasan kerja
yang dapat dikembangkan menjadi etos kerja Islami. Prinsip dan kerangka
landasan kerja dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Amanah (jujur dan
bertanggung jawab)
Orang
yang memegang amanah atas pekerjaan yang dipercayakan kepadanya tentu tidak
akan menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan, dan akan berusaha memberikan
yang terbaik pada yang memberikan amanah. Orang yang memegang amanah tentu akan
bertanggung jawab penuh untuk mencapai hasil yang terbaik dari pekerjaaanya.
Demikian pula, orang yang memegang amanah akan melaksanakan segala sesuatunya
dengan jujur dalam mencapai hasil yang diharapkan.
2.
Fathonah (cerdas secara
intelektual dan spiritual)
Orang
yang dapat melakukan tindakan-tindakan yang cerdas adalah orang yang selalu
mempergunakan akal pikir, perasaan dan hatinya untuk memikirkan sesuatu sebelum
bertindak. Dengan demikian setiap keputusan yang akan dibuat selalu ditimbang
dengan akal pikir, perasaan dan nilai-nilai kesucian dan atau nilai-nilai
ketuhanan yang dimiliki.
3.
Siddiq (tepat benar dan
jauh dari kekeliruan)
Orang
yang bekerja dan memegang prinsip benar dan jujur, diharapkan akan memberikan
hasil kerja yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena
dia selalu mencari yang terbaik. Baik dari metode, jangka waktu dan proses
kerjanya.
4.
Tablig (menyampaikan,
mampu membimbing, berkomunikasi
dan bersosialisasi)
Kerangka
dasar yang terakhir ini merupakan perilaku yang sangat penting artinya bagi
orang yang bekerja sebagai pimpinan. Tanpa memiliki kemampuan
mengkomunikasikan, menyampaikan berbagai informasi, data, hasil yang diharapkan
kepada anak buah atau orang yang diminta untuk membantu mengerjakan suatu
pekerjaan tentu tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, karena orang yang
memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan mudah diterima dilingkungan kerja
dengan baik.
6.
Beberapa nilai dan anggapan yang menghambat etos kerja :
a.
Khurafat & takhayul
Khurafat
dan tahayul merupakan ketergantungan pada benda-benda keramat. Orang-orang
mengetahui Allah swt
sebagai pencipta alam, tetapi pada saat yang sama, mereka tidak konsekuen
menjalankan perintah Allah swt,
bahkan mencari perantara untuk memenuhi harapan dan doa mereka. Beberapa orang
mengambil jimat sebagai alat untuk menjembatani keinginannya dengan Tuhan
menjadi bertambah kabur karena dalam titik
tertentu jimat itu pun
menjadi tuhan penolong bagi dirinya, inilah bentuk penyembahan lain agar
dirinya merasa tentram dan mendapat pertolongan.
b.
Bersikap pasrah
tanpa usaha terlebih dahulu
Secara
hakiki peribahasa yang dikenal sebagai warisan nenek moyang kita sepeti
“alon-alon asal klakon” sebenarnya memberikan pengertian bahwa setiap pekerjaan
atau kegiatan apa pun harus dilandaskan kepada kesungguhan, ketelitian,
ketepatan data dan proses.
Ungkapan
dari nenek moyang kita itu pada awalnya sangat luhur, yaitu suatu memberikan
pengertian agar dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, kita harus mampu bersabar,
telaten, dan optimis.
Tetapi
kemudian memberikan konotasi negatif karena telah kehilangan spirit dari
maknanya yang sebenarnya. Kemudian membawa efek sampingan yang berbau toleransi
terhadap jiwa yang malas, seakan-akan memberikan nuansa batin bersatai-santai
yang hampir mirip dengan suasana kemalasan.
c.
Terlalu santai
Seorang
muslim harusnya memandang dunia sebagai ajang ibadah yang penuh dengan
tantangan dan perjuangan. Harus tampil dengan seluruh tenaganya dan
diperhitungkan dengan penuh kesungguhan. Jangan hanya mengalir pada waktu yang
tidak jelas akhirnya. Maka kita usaha bagaimana caranya agar menjadi pemenang.
d.
Menerima kenyataan
tanpa berusaha semaksimal mungkin
Pasrah
seharusnya diartikan sebagai sikap batin yang stabil setelah kita kerja keras.
Bertawakal adalah kekuatan setelah kita menghadapi pertempuran berat. Dan sabar
adalah daya tangguh yang tersimpan sebagai energi yang dahsyat untuk
membentengi sifat gampang menyerah. Tapi beberapa orang beranggapan bahwa
pasrah itu hanya sebatas “pasrah tanpa usaha”. Itulah nilai yang merusak atau
memghambat etos kerja.
e.
Sering bermain-main
dengan teman
Satu
pepatah yang luhur sebagai refleksi dari penghargaan atas nilai-nilai
keakraban, saling membantu diantara sesama keluarga dan berani menanggung
derita demi keutuhan persahabatan dan kekeluargaan yang kental. Tetapi jangan
sampai salah tafsir sekan-akan mengorbankan nilai bekerja hanya karena alasan
merasa jauh dari keluarga dan menjadikan diri kita malas mencari nafkah karena
marasa sudah mandapat kasih sayang dari keluarga. Kita harus mampu berontak
dari situasi yang mungkin telah membuat diri kita terhenyak dalam kemiskinan.
f.
Salah persepsi, bahwa
kerja kasar itu hina
Pandangan
seperti ini harus di buang jauh-jauh, persepsi yang melahirkan suatu penyakit
untuk mendorong seseorang menjadi manusia yang gengsian, rapuh, dan kehilangan
daya juang. Islam mengajarkan agar kita
menjadi pekerja yang tangguh serta menghasilkan prestasi yang besar. Pandangan
yang mengatakan bahwa kerja kasar itu rendah/hina, sesungguhnya sangat
bertentangan dengan nilai-nilai islam.
g. Jimat atau maskot
Hampir di seluruh pelosok dunia, keyakinan akan suatu
benda yang membawa tuah (kesaktian) atau memberikan rezeki, perlindungan,
ketentraman, diyakini oleh bnayak orang. Jimat atau mascot biasanya berupa
boneka, cincin, ataupun benda-benda antik yang dikramatkan. Islam sangat
melarang seperti ini. Dalam keadaan goncang bagaimanapun, seorang muslim harus
tetap jernih pikirannya sehingga tidak dipengaruhi oleh setan. Itulah sebabnya,
shalat harus dijadikan sebagai sarana untuk pembersihan jiwa.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah muamalah adalah segala bentuk perbuatan yang
berhubungan antar manusia. Diataranya, Amar ma’ruf nahi munkar merupakan suatu
kegiatan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan kemaksiatan yang
diwajibkan kepada seorang muslim yang mampu untuk melakukannya. Namun, dalam
melakukan kegiatan tersebut seseorang harus mampu menguasai dirinya dan
memiliki cara-cara yang sesuai dengan kondisi pelaku kemungkaran.
Kesabaran dan kemampuan sangat diperlukan,
karena apabila seseorang tidak memiliki kemampuan dalam melakukan amar ma’ruf
nahi munkar akan menimbulkan efek kerusakan yang sangat besar dikalangan umat
Islam. Oleh karena itu, seorang tersebut hendaknya menggunakan pedoman yang
sesuai dengan Al-Qur’an dan tuntunan dari nabi Muhammad saw.
Seorang muslim hendaknya
memiliki komitmen yang kuat untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran
yang terjadi supaya tidak pantang menyerah dan putus asa apabila menghadapi
gangguan yang mungkin terjadi.
Etos kerja merupakan salah satu bentuk dari ibadah
muamalah. Seorang muslim dianjurkan memiliki semangat bekerja yang tinggi
dengan tujuan memperoleh keridhaan dari Allah swt. Dalam bekerja, seorang harus
berkeyakinan bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Allah swt namun
memperoleh dengan berusaha sekuat tenaga.
Etos kerja diperlukan dalam muamalah kebaikan. Seseorang
yang memiliki semangat bekerja, namun pekerjaannya buruk atau haram berarti dia
telah berusaha menumpuk dosa-dosa. Jadi, etos kerja tersebut harus sesuai
dengan tuntunan yang telah diajarkan Rasulullah saw. dan yang paling utama
adalah memperoleh ridha Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bassam, Abdullah Bin Abdurrahman. 2009. Penjelasan Hukum dari
Kitab Bulughul Maram. Jakarta : Pustaka Azzam.
Asy’arie, Musa. 1997. Islam Etos Kerja &
Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta : LESFI.
Ya’qub,
Hamzah. 1992. Etos Keja Islam.Jakarta :CV. Pedoman Ilmu Jaya.
Tasmara,
Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta : PT. Simpul Rekacitra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar