Minggu, 04 Januari 2015

Makalah Hadis Muamalah



HADITS MUAMALAH
( AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR dan ETOS KERJA)
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Hadits
Dosen Pengampu : Drs. Nur Hidayat, M.Ag.


 






                                   

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011

KATA PENGANTAR

            Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadits Muamalah bagian Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Etos Kerja” dengan baik. Sholawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada Rasulullah Muhammad saw. dan semoga kita termasuk golongan yang mendapat syafa’at beliau kelak di hari akhir.
Namun demikian, kami menyadari bahwa keberhasilan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil.  Untuk itu, kami sampaikan terima kasih kepada bapak Drs. Nur Hidayat, M. Ag, selaku dosen pengampu mata kuliah Al-Hadits yang senantiasa mendampingi dan membimbing kami dengan penuh keikhlasan dalam memberikan pengetahuannya.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Hadits. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangannya karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Oleh karana itu, kami mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini ditemukan kekeliruan. Segala saran dan kritik yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan dari pembaca sekalian, sehingga dapat dijadikan koreksi pada kami untuk melakukan perbaikan selanjutnya.
Demikian, semoga  makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Yogyakarta,  3 Desember 2011


                                                                                                Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................………………………………………………………….          i
Daftar Isi.......…………………………………………………………….....................         ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....………………………………………..............................        1
B.     Tujuan.......………………………………………………………………….       1
C.     Rumusan Masalah ...........…………………………………………………..       1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1). Mempertimbangkan Antara Maslahat dan Mafsadah………………........     3
2). Karakteristik Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar..........…………....     4
3). Syarat Perbuatan yang Wajib Diingkari.........…………………….............    5
B.     Etos Kerja
1). Fungsi dan Tujuan Etos Kerja ………...…………………………….....….   8
2). Etos Kerja Islami………………………………………………………..…   8
3). Perlunya Etos Kerja Islami………………………………………………..10
4). Tujuan Menjadi pekerja…………………………………………………...11
5). Etos kerja islam dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat..................12
6). Beberapa nilai (anggapan)  yang menghambat etos kerja...........................13
BAB III PENUTUP
            KESIMPULAN…………………………………………………………….……16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………17



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dewasa ini seringkali ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh manusia terutama umat  Islam. Banyak diantara mereka yang tidak mematuhi perintah agama Islam seperti meniggalkan sholat, zakat dan beberapa kewajiban beribadah lainnya yang telah ditentukan oleh agama Islam. Mereka juga banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, seperti perjudian, perzinaan, pembunuhan yang telah merajalela dimana-mana. Dengan melihat kondisi seperti ini, maka penting sekali melakukan amar ma’ruf nahi munkar yaitu mengajak kepada kebaikan serta mencegah kemungkaran guna terwujudnya masyarakat yang damai dan tidak mempermainkan agama.
Selain itu, etos kerja yang baik diperlukan oleh umat muslim agar dapat terhindar dari pekerjaan yang jauh dari ridla Allah SWT, karena di zaman sekarang ini banyak orang yang bekerja  dengan cara tidak jujur, tidak bertanggung jawab, serta bekerja seenaknya sendiri, bahkan cara yang tidak diperbolehkan menurut syariat pun tetap dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang besar dan tidak memperdulikan konsekuensinya.
           
  1. Tujuan
Mengkaji lebih dalam tentang karakteristik manusia yang meakukan amar ma’ruf nahi munkar dan mengetahui prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, serta mendalami kajian tentang etos kerja menurut syariat Islam sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.

  1. Rumusan Masalah
Batasan yang digunakan supaya pembahasan tidak menyimpang dari materi yang ditentukan adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana karakteristik orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar ?
  2. Apa saja kaidah penting dan prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar ?
  3. Bagaimanakah etos kerja menurut pandangan Islam ?


BAB II
PEMBAHASAN

  1.  AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
            Amar ma'ruf nahi munkar (الامربالمعروف والنهي عن المنكر) adalah sebuah frase dalam bahasa Arab yang memiliki pengertian yaitu sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi umat manusia. Hal ini merupakan sebuah kewajiban bagi manusia terutama umat Islam kepada sesamanya dan menyesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya serta kondisi yang terjadi pada lingkungannya. Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi mungkar yang dibebankan kepada setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia hanya diperintah menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak harus sampai bisa diterima oleh yang diberi peringatan.
.           Kemudian, amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah, sehingga jika telah ada yang menjalankannya, maka yang lain terbebas. Jika semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang mampu melaksanakannya, terkecuali yang ada udzur. Kemudian ada kalanya menjadi wajib ‘ain bagi seseorang. Misalnya, jika di suatu tempat yang tidak ada orang lain yang mengetahui kemungkaran itu selain dia, atau kemungkaran itu hanya bisa dicegah oleh dia sendiri, misalnya seseorang yang melihat istri, anak, atau pembantunya melakukan kemungkaran atau kurang dalam melaksanakan kewajibannya.
Rasulullah Saw bersabda, "Bersungguh-sungguhlah kalian dalam menyeru yang makruf, bersungguh-sungguh pulalah kalian dalam mencegah yang munkar. Jika tidak, maka Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk di antara kalian, dan doa orang-orang baik di antara kalian (tetapi diam terhadap kemunkaran) tidak akan dikabulkan oleh Allah," (HR Imam Bazzar).
Hadits di atas menjelaskan kepada kita akan kewajiban setiap Muslim untuk senantiasa melakukan aktivitas dakwah Islamiyah. Kita diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk senantiasa menegakkan kebenaran di manapun kita berada, dan dalam posisi apa pun.

Rasulullah saw. bersabda di dalam kitab Arba’in An-Nawawi, hadits nomor 34 yang berbunyi :
عن أبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – قال : قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول - من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان - رواه مسلم

Artinya : Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (H.R. Muslim)
Imam Al-Marrudzy bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Bagaimana melakukan Amar ma’ruf dan nahi mungkar?” Beliau menjawab, “Dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini paling ringan,” saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan tangan?” Beliau menjawab, “Memisahkan di antara mereka,” dan saya melihat beliau melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu beliau memisahkan di antara mereka.
Dalam riwayat lain beliau berkata, “Merubah (mengingkari) dengan tangan bukanlah dengan pedang dan senjata.”[1] 
Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Seluruh hadits ini menjelaskan wajibnya mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan, dan sesungguhnya mengingkari dengan hati sesuatu yang harus dilakukan, barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya, maka ini pertanda hilangnya keimanan dari hatinya.”[2]
Dikatakan dalam sebuah riwayat :
  قال رجل لعبدالله ابن مسعودرضي الله عنه : هلك من لم ياءمربالمعروف ولم ينه عن المنكر فقال ابن مسعود : بل هلك من لم يعرف المعروف بقلبه و لم ينكرالمنكربقلبه (رواه ابن ابي شيبة)   
Artinya  : Ada Salah seorang berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Binasalah orang yang tidak menyeru kepada kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran”, lalu Ibnu Mas’ud berkata, “Justru binasalah orang yang tidak mengetahui dengan hatinya kebaikan dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf  beliau no. 37581)
Seorang Muslim harus memiliki komitmen yang kuat untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Ia tidak boleh berdiam diri manakala melihat berbagai bentuk kezaliman dan kemunkaran.Bila umat Islam tidak melakukan kegiatan amar makruf nahi munkar, maka Allah akan menimpakan dua akibat. Pertama, Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk di antara komponen suatu masyarakat dan bangsa. Seluruh aspek kehidupan akan dikendalikan dan diarahkan oleh orang-orang yang tidak bermoral, baik itu aspek politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan keamanan, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Yang akan terjadi adalah berbagai kehancuran dan kerusakan. Azab akan turun silih berganti.Kedua, Allah tidak akan mengabulkan doa orang-orang baik di antara mereka, tetapi orang-orang baik tersebut diam dan tidak berbuat sesuatu untuk mencegah terjadinya kemaksiatan. Untuk itulah umat Islam harus senantiasa melakukan proses koreksi dan introspeksi secara terus-menerus. Bukan tidak mungkin, keterpurukan bangsa ini disebabkan oleh kelalaian umat Islam dalam beramar makruf dan nahi munkar.
Kemudian dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar terdapat beberapa kaidah penting dan prinsip dasar yang harus diperhatikan, jika tidak diperhatikan niscaya akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, diantaranya sebagai berikut :
  1. Mempertimbangkan Antara Maslahat dan Mafsadah
Seseorang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar harus memperhatikan dan mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadat dari perbuatannya tersebut, jika maslahat yang ditimbulkan lebih besar dari mafsadatnya maka ia boleh melakukannya, tetapi jika menyebabkan kejahatan dan kemungkaran yang lebih besar maka haram ia melakukannya, sebab yang demikian itu bukanlah sesuatu yang di perintahkan oleh Allah SWT, sekalipun kemungkaran tersebut berbentuk suatu perbuatan yang meninggalkan kewajiban dan melakukan yang haram. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt :       
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3øn=tæ öNä3|¡àÿRr& ( Ÿw Nä.ŽÛØtƒ `¨B ¨@|Ê #sŒÎ) óOçF÷ƒytF÷d$# 4 n<Î) «!$# öNä3ãèÅ_ótB $YèŠÏHsd Nä3ã¥Îm;uZãŠsù $yJÎ/ öNçGZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah :105 )

Ayat ini menjelaskan bahwa kesesatan orang lain itu tidak akan memberi mudharat kepadamu, Asal kamu telah mendapat petunjuk. tapi tidaklah berarti bahwa orang tidak disuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar.
Ada sebuah riwayat yang mengatakan, “Sesungguhnya perintah dan larangan jika menimbulkan maslahat dan menghilangkan mafsadat maka harus dilihat sesuatu yang berlawanan dengannya, jika maslahat yang hilang atau kerusakan yang muncul lebih besar maka bukanlah sesuatu yang diperintahkan, bahkan sesuatu yang diharamkan apabila kerusakannya lebih banyak dari maslahatnya, akan tetapi ukuran dari maslahat dan mafsadat adalah kacamata syari’at.”
Imam Ibnu Qoyyim berkata, “Jika mengingkari kemungkaran menimbulkan sesuatu yang lebih mungkar dan dibenci oleh Allah  dan Rasul-Nya, maka tidak boleh dilakukan, sekalipun Allah membenci pelaku kemungkaran dan mengutuknya.”[3]
Oleh karena itu perlu dipahami dan diperhatikan empat tingkatan kemungkaran dalam mencegah kemungkaran yaitu sebagai berikut :
  1. Hilangnya kemungkaran secara total dan digantikan oleh kebaikan.
  2. Berkurangnya kemungkaran, sekalipun tidak tuntas secara keseluruhan.
  3. Digantikan oleh kemungkaran yang serupa.
  4. Digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar.
Pada tingkatan pertama dan kedua disyari’atkan untuk mencegah kemungkaran, tingkatan ketiga butuh ijtihad, sedangkan yang keempat dilarang dan haram melakukannya.[4]
  1. Karakteristik seseorang yang melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Sekalipun amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban setiap orang yang mempunyai kemampuan dalam melakukannya, akan tetapi orang yang melakukan hal itu harus memiliki kreteria berikut ini :
a.    Berilmu
Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah ibadah yang sangat mulia, dan sebagaimana yang diketahui bahwa suatu ibadah tidak akan diterima oleh Allah SWT kecuali apabila dilakukan dengan ikhlas kepada-Nya dan sebagai amal yang saleh, suatu amalan tidak akan mungkin menjadi amal saleh kecuali apabila berlandaskan ilmu yang benar. Karena seseorang yang beribadah tanpa ilmu maka ia lebih banyak merusak dari pada memperbaiki, karena ilmu adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.
b.    Lemah lembut dan santun
Seseorang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar hendaklah mempunyai sifat lemah lembut dan penyantun, sebab segala sesuatu yang disertai lemah lembut akan bertambah indah dan baik, dan sebaliknya jika kekerasan menyertai sesuatu maka akan menjadi buruk. Dilakukan dengan sikap santun agar dapat lebih mendekatkan kepada tujuan. Imam Syafi’i berkata : “Orang yang menasihati saudaranya dengan cara tertutup, maka orang itu telah benar-benar menasihatinya dan berbuat baik kepadanya. Akan tetapi orang yang menasihatinya secara terbuka, maka sesungguhnya ia telah menistakannya dan merendahkannya”.

Imam Ahmad berkata, “Manusia butuh akan sikap mudara’ah (menyikapinya sesuatu dengan lembut) dan lemah lembut dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar, tanpa kekerasan kecuali seseorang yang terang-terangan melakukan dosa, maka wajib atasmu melarang dan memberitahunya, karena dikatakan, ‘Orang fasik tidak memiliki kehormatan’ maka mereka tidak ada kehormatannya.”
c.    Sabar
Hendaklah seseorang yang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar bersifat sabar, sebab sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap orang yang mengajak kepada kebenaran dan kebaikan serta mencegah dari kemungkaran pasti akan menghadapi berbagai macam bentuk cobaan, jika ia tidak bersabar dalam menghadapinya maka kerusakan yang ditimbulkan lebih banyak dari kebaikannya. Sebagaimana Firman Allah SWT tentang wasiat Luqman terhadap anaknya, berbunyi :
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ  
Artinya :“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman : 17)

  1. Syarat Perbuatan yang Wajib Diingkari
Tidak semua kemungkaran dan kesalahan yang wajib diingkari, kecuali perbuatan dan kemungkaran yang memenuhi persyaratan berikut ini:
a.       Perbuatan tersebut benar suatu kemungkaran, kecil atau besar. Mencegah kemungkaran tidak khusus terhadap dosa besar saja, tetapi mencakup juga dosa kecil, dan juga tidak disyaratkan kemungkaran tersebut berbentuk maksiat, barang siapa yang melihat anak kecil atau orang gila sedang meminum khamer maka wajib atasnya menumpahkan khamer tersebut dan melarangnya, begitu juga jika seseorang melihat orang gila melakukan zina dengan seorang perempuan gila atau binatang, maka wajib atasnya mengingkari perbuatan tersebut sekalipun dalam keadaan sendirian, sementara perbuatan ini tidak dinamakan maksiat bagi orang gila.
b.      Kemungkaran tersebut masih ada. Kemungkaran tersebut benar-benar ada tatkala seorang yang mencegah kemungkaran tersebut melihatnya, apabila si pelaku telah selesai melakukan kemungkaran tersebut maka tidak boleh diingkari kecuali dengan cara nasehat, bahkan dalam keadaan seperti ini lebih baik ditutupi, sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

من ستر مسلما ستره الله في الدنيا والآخرة (روه مسلم)
“Barangsiapa yang menutupi (kesalahan) seorang muslim, maka Allah SWT akan menutupi (dosa dan kesalahan)nya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Sebagai contoh : Seseorang yang telah selesai minum khamr kemudian mabuk, maka tidak boleh diingkari kecuali dengan cara menasihati apabila ia telah sadar. Dan menutupi kesalahan dan dosa seorang muslim tentunya sebelum hukum dan permasalahan tersebut sampai ke tangan pemerintah atau pihak yang berwenang, atau orang tersebut seseorang yang berwibawa dan tidak dikenal melakukan kemungkaran, apabila permasalahan tersebut telah sampai ke tangan pemerintah dengan cara yang syar’i, dan orang tersebut dikenal melakukan kerusakan dan kemungkaran, maka tidak boleh ditutupi dan diberi syafaat. Adapun kemungkaran yang diperkirakan akan muncul dengan tanda-tanda dan keadaan tertentu, maka tidak boleh diingkari kecuali dengan cara nasehat lewat ceramah agama, khutbah, atau memberi nasehat langsung kepada orang tersebut.
Rasulullah saw juga bersabda :
عن أبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – قال : قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول - من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان - رواه مسلم
 Artinya : Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (H.R. Muslim)

Persyaratan ini diambil dari hadits di atas, (من رأى منكم منكرا), Manthuq (lafadz)nya menjelaskan bahwa pengingkaran berkaitan dengan penglihatan, Mafhumnya: Barangsiapa yang tidak melihat maka tidak wajib mengingkari.
c.       Kemungkaran tersebut merupakan suatu yang disepakati, bukan permasalahan khilafiyah. Jika permasalahan tersebut khilafiyah, yang berbeda pendapat ulama dalam menilainya maka tidak boleh bagi yang melihat untuk mengingkarinya, kecuali permasalahan yang khilaf di dalamnya sangat lemah yang tidak berarti sama sekali, maka ia wajib mengingkarinya, sebab tidak semua khilaf yang bisa diterima, kecuali khilaf yang memiliki sisi pandang yang jelas. Misalnya jika melihat seseorang memakan daging unta kemudian ia berdiri dan langsung shalat, jangan diingkari, sebab ini adalah permasalahan khilafiyah.
Di antara contoh permasalahan yang khilafiyah yang tidak berarti, dan sebagai sarana untuk berbuat suatu yang diharamkan, seperti nikah mut’ah (kawin kontrak) dan ini adalah suatu cara untuk menghalalkan zina, bahkan sebagian ulama mengatakan ini adalah perzinaan yang nyata. Dalam hal ini ulama Ahlus sunnah sepakat tentang haramnya nikah mut’ah kecuali kaum Syi’ah (Rafidhah), dan khilaf mereka di sini tidak ada harganya sama sekali.

  1. ETOS KERJA (KERJA KERAS)
Etos berasal dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.
Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu suatu aturan umum atau cara hidup, suatu tatanan aturan perilaku, dan penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku.
Rasullah saw. bersabda :
اعمالوا لدنياك كانك تعيش ابداواعمالوالاخرتك كانك تموت غدا
Artinya : Bekerjalah kamu sekalian untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beramalah kamu sekalian untuk akhiratmu seakan-akan kamu esok mati.
1.    Fungsi dan Tujuan Etos Kerja
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah: 
a.Pendorang timbulnya perbuatan
b. Penggairah dalam aktivitas.
c. Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Pandangan Islam mengenai etos kerja, di mulai dari usaha mengangkap sedalam-dalamnya sabda nabi yang mengatakan bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung pada niat-niat yang dipunyai pelakunya, jika tujuannya tinggi mencari keridhaan Allah swt. maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti misalnya hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka) maka setingkat pula nilai kerjanya.

2.      Etos kerja Islami
Setiap pekerja, terutama yang beragama islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk didalamnya menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu seleksi memililih pekerjaan menumbuhkan etos kerja yang islami menjadi suatu keharusan bagi semua pekerjaan. Adapun etos kerja yang islami tersebut adalah: niat ikhlas karena Allah semata, kerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi.
Etos kerja Islami adalah akhlak dalam bekerja sesuai dengan nilai-nilai islam sehingga dalam melaksanakannya tidak perlu lagi dipikir-pikir karena jiwanya sudah meyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya:
a.       Orientasi ke masa depan
Artinya semua kegiatan harus direncanakan dan diperhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok. 
b.      Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu
Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan tiga hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh dan membina komunikasi sosial, seperti firman Allah SWT:
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya :” Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,.  Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.( Q.S. Al-Asr : 1-3)
c.       Bertanggung jawab
Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah swt. berfirman :
÷bÎ) óOçFY|¡ômr& óOçFY|¡ômr& ö/ä3Å¡àÿRL{ ( ÷bÎ)ur öNè?ù'yr& $ygn=sù 4 #sŒÎ*sù uä!%y` ßôãur ÍotÅzFy$# (#qä«ÿ½Ý¡uŠÏ9 öNà6ydqã_ãr (#qè=äzôuÏ9ur yÉfó¡yJø9$# $yJŸ2 çnqè=yzyŠ tA¨rr& ;o§tB (#rçŽÉi9tFãŠÏ9ur $tB (#öqn=tã #·ŽÎ6÷Ks? ÇÐÈ
Artinya :” Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (Q.S. Al-Isra’ : 7)
d.      Hemat dan sederhana
Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
e.       Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain. Firman Allah swt :

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah  Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148) 

  1. Perlunya etos kerja islami
Manusia adalah makhluk kerja yang ada persamaannya dengan hewan yang juga bekerja dengan gayanya sendiri. Tetapi tentu lain dalam caranya hewan bekerja semata berdasarkan naluriah, tidak ada etos, kode etik atau permainan akal. Tetapi manusia memilikinya. Manusia harus mempunyai etos dan pendayagunaan akal untuk meringankan beban tenaga yang terbatas maupun meraih prestasi yang sehebat mungkin.
Bilamana manusia bekerja tanpa etos, tanpa moral dan akhlak, maka gaya kerja manusia meniru hewan, turun ketingkat kerendahan. Demikian juga bilamana manusia bekerja tanpa menggunakan akal maka hasil kerjanya tidak akan memperoleh kemajuan apa-apa. Kemudian etos yang diperlukan dalam bekerja untuk mencapai hasil yang baik dan mulia, terhormat, serta berkah yaitu kembali kepada status manusia itu sendiri sebagai makhluk dan hamba Allah swt. Manusia diciptakan dengan berbagai kelengkapan subjektif dan objektif untuk bekerja. Anatomi manusia ciptaan Allah swt. itu dilengkapi dengan anggota-anggota yang memang praktis untuk bekerja, terutama kedua tangan, kaki, panca indera dan lain-lain. Allah swt menganugerahkan akal pikiran, kemudian yang lebih tinggi lagi ialah tuntunan, pedoman dan petunjuk melalui risalah yang dibawa Rasulullah saw.
  1. Tujuan dalam kerja keras
Tujuan bekerja keras dalam islam bukan hanya sekedar memenuhi naluri yakni hidup untuk kepentingan perut semata. Islam memberikan pengarahan kepada suatu tujuan filosofis yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan ideal yang sempurna yakni untuk memperhambakan diri, mencari ridha Allah swt. Dengan demikian tidak hanya ibadah shalat saja yang termasuk dalam mencari pahala dari Allah swt. Tetapi ibadah dalam pengertian yang luas juga meliputi bidang duniawiyah yang kesemuanya itu dilakukan dengan niat mencari ridha Allah swt.
Diantara berbagai tujuan bekerja dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa tujuan bekerja keras ialah untuk sebagai berikut :
a.       Memenuhi kebutuhan hidup
Firman Allah SWT :
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashash : 77)
b.      Mencari nafkah keluarga
Hal ini merupakan salah satu tujuan yang mulia bekerja dalam pandangan islam, yakni melaksanakan kewajiban dan kebajikan dalam urusan rumah tangga yang diperintahkan oleh agama. Terpenuhinya kebutuhan keluarga memungkinkan terciptanya suasana yang tentram dan bahagia dalam lingkungan rumah tangga, suatu keadaan yang diperlukan sebagai landasan ketenagaan berbakti kepada Allah swt dan berbuat baik kepada sesama manusia. Sebaliknya apabila keluarga ditelantarkan dengan jalan pengangguran, maka memungkinkan adanya sejumlah kasus rumah tangga yang goncang dan mengalami konflik/tidak harmonis.
c.       Kepentingan amal sosial (shadaqah)
            Manusia selaku makhluk sosial, saling bergantung antara satu dengan yang lain dalam memenuhi hajat hidupnya. Kita banyak ditolong orang dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi kita, maka kita pun seharusnya memberikan pertolongan kepada orang lain yang memerlukannya. Memberikan pertolongan itu ada macam-macam bentuknya, yakni : bantuan tenaga, fikiran, dan material.
d.      Menolak kemungkaran
            Apabila kondisi sosial menjadi sejahtera karena bekerja dengan halal, maka sejumlah kemungkaran lainnya dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan, seperti pencurian, perampokan, perjudian, korupsi dan lain-lain.
5.      Etos kerja islam dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat
Nabi besar Muhammad Saw memiliki kerangka landasan kerja yang dapat dikembangkan menjadi etos kerja Islami. Prinsip dan kerangka landasan kerja dimaksud adalah sebagai berikut :

1.      Amanah (jujur dan bertanggung jawab)
Orang yang memegang amanah atas pekerjaan yang dipercayakan kepadanya tentu tidak akan menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan, dan akan berusaha memberikan yang terbaik pada yang memberikan amanah. Orang yang memegang amanah tentu akan bertanggung jawab penuh untuk mencapai hasil yang terbaik dari pekerjaaanya. Demikian pula, orang yang memegang amanah akan melaksanakan segala sesuatunya dengan jujur dalam mencapai hasil yang diharapkan.
2.      Fathonah (cerdas secara intelektual dan spiritual)
Orang yang dapat melakukan tindakan-tindakan yang cerdas adalah orang yang selalu mempergunakan akal pikir, perasaan dan hatinya untuk memikirkan sesuatu sebelum bertindak. Dengan demikian setiap keputusan yang akan dibuat selalu ditimbang dengan akal pikir, perasaan dan nilai-nilai kesucian dan atau nilai-nilai ketuhanan yang dimiliki.
3.      Siddiq (tepat benar dan jauh dari kekeliruan)
Orang yang bekerja dan memegang prinsip benar dan jujur, diharapkan akan memberikan hasil kerja yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena dia selalu mencari yang terbaik. Baik dari metode, jangka waktu dan proses kerjanya.
4.      Tablig (menyampaikan, mampu membimbing, berkomunikasi dan bersosialisasi)
Kerangka dasar yang terakhir ini merupakan perilaku yang sangat penting artinya bagi orang yang bekerja sebagai pimpinan. Tanpa memiliki kemampuan mengkomunikasikan, menyampaikan berbagai informasi, data, hasil yang diharapkan kepada anak buah atau orang yang diminta untuk membantu mengerjakan suatu pekerjaan tentu tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, karena orang yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan mudah diterima dilingkungan kerja dengan baik.
6.      Beberapa nilai dan anggapan  yang menghambat etos kerja :
a.       Khurafat & takhayul
Khurafat dan tahayul merupakan ketergantungan pada benda-benda keramat. Orang-orang mengetahui Allah swt sebagai pencipta alam, tetapi pada saat yang sama, mereka tidak konsekuen menjalankan perintah Allah swt, bahkan mencari perantara untuk memenuhi harapan dan doa mereka. Beberapa orang mengambil jimat sebagai alat untuk menjembatani keinginannya dengan Tuhan menjadi bertambah kabur karena dalam titik tertentu jimat itu pun menjadi tuhan penolong bagi dirinya, inilah bentuk penyembahan lain agar dirinya merasa tentram dan mendapat pertolongan.
b.      Bersikap pasrah tanpa usaha terlebih dahulu
Secara hakiki peribahasa yang dikenal sebagai warisan nenek moyang kita sepeti “alon-alon asal klakon” sebenarnya memberikan pengertian bahwa setiap pekerjaan atau kegiatan apa pun harus dilandaskan kepada kesungguhan, ketelitian, ketepatan data dan proses.
Ungkapan dari nenek moyang kita itu pada awalnya sangat luhur, yaitu suatu memberikan pengertian agar dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, kita harus mampu bersabar, telaten, dan optimis.
Tetapi kemudian memberikan konotasi negatif karena telah kehilangan spirit dari maknanya yang sebenarnya. Kemudian membawa efek sampingan yang berbau toleransi terhadap jiwa yang malas, seakan-akan memberikan nuansa batin bersatai-santai yang hampir mirip dengan suasana kemalasan.
c.       Terlalu santai
Seorang muslim harusnya memandang dunia sebagai ajang ibadah yang penuh dengan tantangan dan perjuangan. Harus tampil dengan seluruh tenaganya dan diperhitungkan dengan penuh kesungguhan. Jangan hanya mengalir pada waktu yang tidak jelas akhirnya. Maka kita usaha bagaimana caranya agar menjadi pemenang.
d.      Menerima kenyataan tanpa berusaha semaksimal mungkin
Pasrah seharusnya diartikan sebagai sikap batin yang stabil setelah kita kerja keras. Bertawakal adalah kekuatan setelah kita menghadapi pertempuran berat. Dan sabar adalah daya tangguh yang tersimpan sebagai energi yang dahsyat untuk membentengi sifat gampang menyerah. Tapi beberapa orang beranggapan bahwa pasrah itu hanya sebatas “pasrah tanpa usaha”. Itulah nilai yang merusak atau memghambat etos kerja.
e.       Sering bermain-main dengan teman
Satu pepatah yang luhur sebagai refleksi dari penghargaan atas nilai-nilai keakraban, saling membantu diantara sesama keluarga dan berani menanggung derita demi keutuhan persahabatan dan kekeluargaan yang kental. Tetapi jangan sampai salah tafsir sekan-akan mengorbankan nilai bekerja hanya karena alasan merasa jauh dari keluarga dan menjadikan diri kita malas mencari nafkah karena marasa sudah mandapat kasih sayang dari keluarga. Kita harus mampu berontak dari situasi yang mungkin telah membuat diri kita terhenyak dalam kemiskinan.
f.       Salah persepsi, bahwa kerja kasar itu hina
Pandangan seperti ini harus di buang jauh-jauh, persepsi yang melahirkan suatu penyakit untuk mendorong seseorang menjadi manusia yang gengsian, rapuh, dan kehilangan daya juang.  Islam mengajarkan agar kita menjadi pekerja yang tangguh serta menghasilkan prestasi yang besar. Pandangan yang mengatakan bahwa kerja kasar itu rendah/hina, sesungguhnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai islam.

g.      Jimat atau maskot
Hampir di seluruh pelosok dunia, keyakinan akan suatu benda yang membawa tuah (kesaktian) atau memberikan rezeki, perlindungan, ketentraman, diyakini oleh bnayak orang. Jimat atau mascot biasanya berupa boneka, cincin, ataupun benda-benda antik yang dikramatkan. Islam sangat melarang seperti ini. Dalam keadaan goncang bagaimanapun, seorang muslim harus tetap jernih pikirannya sehingga tidak dipengaruhi oleh setan. Itulah sebabnya, shalat harus dijadikan sebagai sarana untuk pembersihan jiwa.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Ibadah muamalah adalah segala bentuk perbuatan yang berhubungan antar manusia. Diataranya, Amar ma’ruf nahi munkar merupakan suatu kegiatan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan kemaksiatan yang diwajibkan kepada seorang muslim yang mampu untuk melakukannya. Namun, dalam melakukan kegiatan tersebut seseorang harus mampu menguasai dirinya dan memiliki cara-cara yang sesuai dengan kondisi pelaku kemungkaran.
              Kesabaran dan kemampuan sangat diperlukan, karena apabila seseorang tidak memiliki kemampuan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar akan menimbulkan efek kerusakan yang sangat besar dikalangan umat Islam. Oleh karena itu, seorang tersebut hendaknya menggunakan pedoman yang sesuai dengan Al-Qur’an dan tuntunan dari nabi Muhammad saw.
            Seorang muslim hendaknya memiliki komitmen yang kuat untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran yang terjadi supaya tidak pantang menyerah dan putus asa apabila menghadapi gangguan yang mungkin terjadi.
Etos kerja merupakan salah satu bentuk dari ibadah muamalah. Seorang muslim dianjurkan memiliki semangat bekerja yang tinggi dengan tujuan memperoleh keridhaan dari Allah swt. Dalam bekerja, seorang harus berkeyakinan bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Allah swt namun memperoleh dengan berusaha sekuat tenaga.
Etos kerja diperlukan dalam muamalah kebaikan. Seseorang yang memiliki semangat bekerja, namun pekerjaannya buruk atau haram berarti dia telah berusaha menumpuk dosa-dosa. Jadi, etos kerja tersebut harus sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan Rasulullah saw. dan yang paling utama adalah memperoleh ridha Allah swt.








DAFTAR PUSTAKA
           
Al-Bassam, Abdullah Bin Abdurrahman. 2009. Penjelasan Hukum dari Kitab Bulughul Maram. Jakarta : Pustaka Azzam.
            Asy’arie, Musa. 1997. Islam Etos Kerja & Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta : LESFI.
            Ya’qub, Hamzah. 1992. Etos Keja Islam.Jakarta :CV. Pedoman Ilmu Jaya.
            Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta : PT. Simpul Rekacitra.






[1] (Ibnu Muflih, Al-Adabusy Syar’iyah, hal. 185)
[2] Lihat, Jami’ul Ulum wal Hikam, juz 2 hal.258)
[3] Lihat, I’laamul Muwaqqi’iin, hal 3.
[4] (Lihat, ibid, dan Syarh Arba’in Nawawiyah, Syaikh Al Utsaimin, hal: 255)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar