Ø Latar Belakang
Membahas
tentang pendidikan merupakan suatu hal yang menarik. Karena bahasan tersebut
tidak akan pernah habis ditelan masa. Yang ditandai selalu berkembang dan
berubahnya pendidikan. Sehingga pendidikan semakin lama terus dan terus di
pelajari. Tidak terkecuali pada fungsi pendidikan sebagai capital.Pendidikan
sebagai capital memiliki cakupan yang luas di dalam pembahasannya. Diantaranya
tentang pendidikan sebagai capital manusia, kapital social, kapital budaya dan
kapital simbolik. Semua itu perlu kita ketahui baik konsepnya maupun sekedar
pengertiannya. Guna memahami akan pentingnya pendidikan didalam kehidupan kita
dan merupakan investasi jangka pendek maupun jangka panjang di dalam kehidupan.
Dalam Era Globalisasisaatsekarangini, kitadapatmelihatsekaligusmerasakan
semangkinketatnyapersainganuntukmendapatkanpekerjaan. halini di
perburukdengankeadaanalam yang terasasudahtidakmenyediakankebutuhan-kebutuhan
yang di perlukanolehmanusiapadakhususnya. Olehkarenaitu, manusiasebagaimakhluk
yang memilikikecerdasan yang dapatmengolahSumberDayaAlam (SDA) yang
adasebagainilaiguna yang lebih.Tidakhanyapadapengolahanalam,
namunterlebihlagipadasyarat-syaratatribut yang di
gunakanuntukkualifikasidalambidangsektor-sektorpekerjaan yang ada.Tolakukur yang
pertamadalamkualifikasipekerjaanadalahpendidikan.
Opini yang berkembangjustrupembangunansektorpendidikanhanyalahsektor yang
bersifatmemakananggarantanpajelasmanfaatnya
(terutamasecaraekonomi).Pandangandemikianmembawa orang
padakeraguanbahkanketidakpercayaanterhadappembangunansektorpendidikansebagaipondasibagikemajuanpembangunandisegalasektor.Ketidakyakinaninimisalnyaterwujuddalamkecilnyakomitmenanggaranuntuksektorpendidikan.Akibatnyaalokasianggaransektorpendidikan
pun biasanyasisasetelah yang lainterlebihdahulu. Cara
pandangsepertiitusekarangsudahmulaitergusursejalandenganditemukannyapemikirandanbuktiilmiahakanperandanfungsi
vital
pendidikandalammemahamidanmemposisikanmanusiasebagaikekuatanutamasekaligusprasyaratbagikemajuanpembangunandalamberbagaisektor.Konseppendidikansebagaisebuahinvestasidalambentuk
Human Capital (Modal Manusia) telahberkambangsecarapesat.
Ø RumusanMasalah
Dari
latarbelakang di atasdapat di rumuskansuatumasalahyakni:
a.
Bagaimana konsep pendidikan sebagai kapital manusia?
b.
Bagaimana konsep pendidikan sebagai kapital sosial?
c.
Bagaimana konsep pendidikan sebagai kapital budaya?
d.
Bagaimana konsep pendidikan sebagai capital simbolik?
Ø
Manfaat
dan Kegunaan
a.
Mengetahui pengertian pendidikan sebagai kapitalis
b.
Mengetahui pengertian pendidikan sebagai kapital (
manusia, soaial, budaya, dan simbolik
c.
Mengetahui hubungan anatara pendidikan sebagai kapital
( manusia, soaial, budaya, dan simbolik dengan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kapital
Secara
etimologis, kapital berasal dari kata “capital” yang akar katanya
dari kata latin, caput berarti “kepala”. Adapun artinya
dipahami adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bungan uang
pinjaman.[1]Kapitaldidalamkamusilmiahadalahutamaatauinti (seperti kata capital
city yang berartikota yang utama).
Kapitaldalampengertianekonomiseringdiidentikkandengan modal.Adapun artinnya dipahami pada abad ke 13 adalah dana,
persediaan barang sejumah uang dan bunga uang pinjaman( Berger, 1990:20). Akan tetapi
“capital” tidak diterjemahkan sebagai modal seperti lazimnya
diartikan banyak orang. Alasan tersebut dikemukakan oleh Lawang (2003:3) dalam
bukunya Kapital Sosial: dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar.
Alasan yang pertama, capital (inggris)
memang berarti modal, boleh dalam bentuk yang biasanya digunakan untuk
berbelanja barang kapital fisik yang memungkinkan investasi dapat berjalan.
Dalam pengertian ini tampaknya tidak ada keberatan berarti yang menyangkut
pengertian kapital. Kedua, dalam bahasa Indonesia orang sering
menggunakan istilah “modal dengkul” artinya tidak ada uang untuk dijadikan
modal bagi belanja barang kapital fisik, kecuali tenaga orang itu sendiri
(tenaga fisik). Tenaga fisik tidak bisa dipisahkan dengan keterampilan, karena
keterampilan hanya dapat diwujudkan menggunakan tenaga fisik dalam ukuran
penggunaan kalori besar/ kecil. Tetapi tidak semua penggunaan tenaga fisik
digabungkan dengan keterampilan. Jalan kaki membutuhkan tenaga fisik, akan
tetapi bukanlah suatu keterampilan sebagai bentuk kapital manusia. Alasan
itulah maka konsep kapital tidak diterjemahkan sebagai modal. Ketiga, tmerupakan
alasan penulis sendiri, konsep kapital berkait dengan suatu investasi. Oleh
karena itu, kapital berhubungan dengan suatu prose yang cukup panjang yang
tidak dapat langsung digunakan seperti halnya “dengkul” yang ada di depan mata
dan siap digunakan.
B. Pendidikan
Sebagai Kapital Manusia
Konsep capital manusiadiperkenalkanoleh Theodore w. Schultz lewatpidatonya
yang berjudul“ Investment in human capital” dihadapankepadaparaekonomAmerikapadatahun 1960. Sebelumnyaparaekonomhanyamengenal capital
fisikberupaalat-alat,mesindanperlatanproduktiflainnya yang diperkirakan memberikankontribusikepadapertumbuhanekonomidanpembangunan.[2]
Gagasan tersebut mengandung makna bahwa proses
perolehanpengetahuandanketerampilanmelaluipendidikanbukansekedarsebagaisuatukegiatankonsumtif,
melainkansuatubentukinvestasisumberdayamanusia. Pendidikan,
sebagaisuatusaranapengembangankualitasmanusia,
memilikikontribusilangsungterhadappertumbuhanpendapatannegaramelaluipeningkatanketerampilandankemampuanproduksitenagakerja.
Dari gagasan
tersebut, mulai berkembang berbagai batasan pengertian tentang kapital manusia.
Ace Suryadi (1999: 52) dalam bukunya Pendidikan, Investasi SDM, dan
Pembangunan mengemukakan bahwa kapital manusia menunjuk pada tenaga
kerja yang merupakan pemegang kapital sebagaimana tercermin di dalam
keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerja seseorang.
Elinor
Ostrom (2000: 175) melihat kapital manusia sebagai pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan.
Sementara Robert M. Z Lawang (2004:10) merumuskan kapital manusia sebagai
kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan, pelatihan dan/ atau
pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk melakukan
kegiatan tertentu.[3]
Kapital manusia merupakan investasi jangka panjang menyangkut
keterampilan manusia yang dibentuk melalui proses belajar. Kapital manusia
berorientasi humanitas dalam membangun sumber daya insani (human resource). Salah satu
bidang yang sangat menentukan dalam pengembangan kapital insani adalah dunia
pendidikan. Mengingat pendidikan sebagai kapital insani, maka pengembangan
dunia pendidikan harus memberi peluang seluas-luasnya bagi kemajuan pendidikan
yang terlepas dari kooptasi kekuasaan. Pemerintah telah menyusun Standar
Nasional Pendidikan (PP. No. 19 Th. 2005). Ada delapan standar yang harus
dipenuhi untuk mencapai pendidikan, yaitu Standar Isi, Standar Kompetensi
Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Proses, Standar
Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pembiayaan, dan Standar
Penilaian. Dengan konsep yang baik dan pelaksanaan yang benar diharapkan
pengembangan dunia pendidikan sebagai kapital insani menjadi terarah.[4]
Capital
manusiadiciptakandenganmengubahmanusiadenganmemberikanmerekaketerampilandankemampuan
yang memampukanmerekabertindakdengancara-carabaru. Capital fisikberwujud,
iadiwujudkandalambentukmateri yang jelas. Adapun capital manusiatidakberwujud,
diwujudkandalamketerampilandanpengetahuan yang dipelajariindividu. Capital
fisikmemudahkanaktivitasproduktif, begitujuga capital manusia.[5]
Alasan mengapa pendidikan sebagai kapital manusia
karena Pendidikan merupakan investasi yang paling penting dalam modal manusia
untuk menjawab tantangan global pada saat ini. Oleh karena itu keahlian dan
kecakapan seseorang dalam menghadapi persaingan tenaga kerja sangat dipengaruhi
oleh seberapa tinggi dan luasnya pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing
individu. Diperlukannya usaha-usaha dan program-program untuk menciptakan
sumber daya manusia yang unggul dan bermutu tinggi untuk menghadapi persaingan
internasional karena dunia kerja sangat menunutut untuk memperoleh sumber daya
manusia yang bervarietas tinggi.
Sedangkan
pengakuan terhadap capital manusia yang diperoleh melalui pendidikan dapat
diwujudkan dengan ijazah tang telah dimiliki. Adapun pengakuan terhadap capital
manusia yang didapatkan lewat pendidikan nonformal ditunjukan oleh penerimaan
terhadap setifikat yang telah dimiliki. Namun pada pendidikan informal biasanya
tidak melalui ijazah tetapi cenderung bersifat informal. Dengan kata lain
pengakuan dari masyarakat diperoleh apabila seseorang memiliki kemampuan atau
keterampilan yang diperlukan dan berguna di masyarakat seta dapat dirasakan
secara langsung.
C. Pendidikan
sebagai Kapital Sosial
Menurut
Piere Bourdieu (1986), kapital sosial sebagai sumber daya aktual dan potensial
yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembaga serta
berlangsung terus-menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik
(dengan kata lain, keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada
anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif.
Sementara
Robert M.Z lawang (2004) mendefinisikan kapital sosial sebagai semua kekuatan
sosial komunitas yang dikonstruksiikan oleh individu atau kelompok dengan
mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai
tujuan individual dan/ atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital
lainnya.
Dari
berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kapital sosial merupakan
investasi sosial, yang meliputi sumber daya sosial seperti jaringan,
kepercayaan, nilai, dan norma serta kekuatan menggerakkan dalam struktur hubungan
sosial untuk mencapai tujuan individual dan/ atau kelompok secara efektif dan
efisien dengan kapital lainnya.
Kapital
sosial menurut Coleman (1990) memiliki berbagai bentuk yaitu kewajiban dan
harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas,
dan organisasi sosial yang dapat digunakan secara tepat. Sedangkan menurut
Pratikno, dkk (2001) menemukan berdasarkan studi literatur ada tiga level
bentuk kapital sosial, yaitu nilai (terdiri dari simpati, rasa berkewajiban,
rasa percaya, resiprositas, dan pengakuan timbal balik), institusi (mencakup
keterlibatan umum sebagai warga negara, asosiasi, jaringan), dan mekanisme
(meliputi kerjasama dan sinergi antar kelompok)
Dari dua
pendapat diatas, dapat dirumuskan secara sederhana bahwa kapital sosial adalah
investasi sosial dalam stuktur hubungan sosial untuk meraih tujuan yang
diharapkan. Adapun yang dimaksud investasi sosial disini adalah sumber daya
sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan norma. Jaringan sosialadalahhubunganantarindividu yang
memilikimaknasubyektif yang berhubunganataudikaitkandengan sesuatuberbagaisimpuldanikatan.Zucker
(1986) memberi batasankepercayaansebagaiseperangkatharapan yang
dimilikibersama-samaolehsemua yang beradadalampertukaran.Sedangkannilaidipahamisebagaigagasanmengenaiapakahsesuatupengalamanberarti,
berharga, bernilai, dantidakpantas. Dan normasebagaisumberdaya social terakhir,
dipahamisebagaiaturan main bersama yang menuntunperilakuseseorang. Norma
memberikankitasuatucaradimanakitamengorientasikandirikitaterhadap orang lain.
Kapital social adalah investasi social yang meliputi sumber
daya social seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan norma serta kekuatan
menggerakkan, dalam struktur hubungan social untuk mencapai tujuan individual
dan atau kelompok secara efisien dan efektif dengan capital lainnya.
Capital sebagai investasi social, oleh karena itu, memiliki
aspek statis dan dinamis. Dengan kata lain, aspek statis dan dinamis dari
capital social bagaikan dua sisi yang berbeda dari koin mata uang yang sama.
Adapun aspek statis dari capital social adalah sumber daya social, sedangkan
aspek dinamisnya adalah kekuatan yang menggerakkan. Sumber daya social sebagai
aspek statis dari capital social dipahami dalam arti bahwa sumber daya social
seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan norma merupakan capital yang
diperlukan dalam suatu struktur hubungan social.
Dengan
mengikuti pendidikan formal maupun informal manusia dapat memperoleh segala
sumberdaya social seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan norma. Terutama pada
pendidikan formal.Berbicara masalah jaringan, pada bab ini merupakan wujud dari
keberhasilan pendidikan sebagai kapital sosial. Betapa fungsinya jaringan
sebagai sumberdaya social seseorang dalam menumbuh kembangkan capital social. Kapital
social yang diperoleh dari sumber daya jaringan akan bertambah kuat bila orang
tersebut mempu menciptakan suatu derajat kepercayaan antara dia dan anggotanya.
Selain itu seseorang juga mendapatkan nilai dan norma, apabila dari kesemua
sumberdaya tersebut mampu diolah seseorang dengan baik, maka capital social
yang dimiliki akan semakin kuat.Selain itu sumberdaya yang diperoleh dari
lembaga pendidikan informal tampaknya kurang banyak didapatkan di bandingkan
seseorang dari pendidikan formal. Meskipun demikian sumberdaya social pada
pendidikan informal dapat dijadikan capital social.
D. Pendidikan
sebagai Kapital Budaya
Konsep kapital budaya dipopulerkan oleh Bourdieu. Kapital
budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau pengetahuan kultural yang menuntun
selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam
bentuk kualifikasi pendidikan (Damsar, 2009). Dalam perspektif sosiologis,
kapital budaya merupakan reproduksi sosial, yaitu pemeliharaan pengetahuan dan
pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya, “dipertahankan” melalui
sistem pendidikan.
Oleh
karena itu fungsi dari pendidikan adalah memberikan seseorang modal pengetahuan
dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan dan penaksiran nilai.
Pendidikanlah yang membuat kita berfikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku
seseorang.Karena pendidikan membentuk kompetensi dan pengetahuan cultural
seseorang. Pengetahuan, keterampilan, Kemampuan cultural tersebut memberikan
seseorang preferensi dalam berfikir, bertindak, berperilaku dalam bahasa,
nilai-nilai, asumsi-asumsi, dan model-model tentang keberhasilan dan kegagalan,
cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit, sopan dan asalan.
Dari pendapat beberapa ahli mengenai capital budaya, dapat disimpulkan
bahwa capital budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau pengetahuan culture
yang menuntun selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang
dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan.
Menurut Lawang (2004:16-18), Bourdieu menjelaskan capital budaya dalam tiga
dimensi: yaitu dimensi manusia yang wujudnya adalah badan, objek dalam bentuk
apa saja yang pernah dihasilkan oleh manusia dan institusional, khususnya
menunjuk pada pendidikan. Dimensi manusia dari capital budaya adalah embodied
state yaitu keadaan yang membadan atau keadaaan yang terwujud dalam
badan manusia atau yang menyatu seluruhnya dengan manusia sebagai satu
kesatuan. Sementara dimensi objek dari capital budaya, dikenal sebagai objectified
state yaitu suatu keadaan yang sudah dibendakan atau dijadikan objek
oleh manusia. Adapaun dimensi institusional dari capital budaya menunjukkan
suatu keadaan dimana benda-benda itu sudah menunjukkan entisitas yang sama
sekali terpisah dan mandiri, yang diperlihatkan dalam system pendidikan. Dengan
demikian, capital budaya menunjuk yang pada keadaan yang berwujud potensial,
bagi seseorang yang diuangkan atau dipertukarkan dengan kapital-kapital
lainnya.
Dari pengertian
tentang capital budaya dan penjelasannya tampak jelas bahwa pendidikan memberikan
seseorang modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat
pembedaan atau penafsiran nilai. Pendidikan membentuk kompetensi dan
pengetahuan cultural seseorang. Kompetensi dan pengetahuan cultural tersebut
memberikan seseorang preferensi dalam berpikir,bersikap, bertindak dan
berperiaku dalam bahasa. Nilai-nilai,asumsi-asumsi dan model-model tentang
keberhasilan dan kegagalan,cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit,
sopan dan asalan.
E. Pendidikan
sebagai Kapital Simbolik
Kemampuan
mengtur symbol seseorang berbeda menurut prestise, otoritas, dan kehormatan
social. Kemampuan tersebut tidak diperoleh sejak ia lahir tetapi diperoleh
melalui pendidikan formal dan non formal serta pendidikan informal dalam
keluarga. Keluarga kelas menengah keatas kemampuan mengatur simbolnya labih
tajam dan kuat dari pada keluarga kelas bawah.
Dalam pandangan
Bourdieu (1977:183), capital simbolikmerupakansuatubentuk capital
ekonomifisikal yang telahmengalamitransformasidankarenannyatelahtersamarkan, menghasilkanefeknya
yang tepatsepanjang, menyembunyikanfaktabahwaiatampildalambentuk-bentuk capital
‘material’ yang adalahpadahakikatnyasumberefek-efeknyajuga. Pengertiantersebutmemanglahmasihsulitdipahami,
makadariitu, marikitajelaskan capital simbolikdengancontoh. Katakanlahseseorang
yang barusanmendapatkanundiansebanyakRp 500 milyarakanmasukkedalamekonomiatas.
Namun orang inibelumtentumemiliki capital budayadansimbolik yang tinggi.
Turner
melihat kapital simbolik sebagai ‘penggunaan simbol-simbol untuk meligitimasi
pemilikan perbagai tingkat dan konfigurasi ketiga bentuk kapital lainnya, yaitu
kapital ekonomi, sosial, dan kapital budaya. Sementara Lee melihat hubungan
kapital simbolik dengan kapital lainnya dengan simpulan, “semakin besar
kepemimpinan dan investasi modal pendidikan dan kultural, semakin artikulatif
dan khas bentuk konsumsi kultural yang dilakukan, dan dengan demikian semakin
besar pula modal simbolis yang dapat diperoleh”.Berkaitan dengan perspektif
kapital simbolik, pendidikan merupakan modal kapital yang mampu melahirkan
reproduksi sosial dalam bentuk simbol sosial melalui proses pendidikan yang
panjang. Pendidikan di satu sisi melahirkan kapital budaya yang mewarnai
pemikiran seseorang, di sisi lain melahirkan struktur sinbolik dalam bentuk
simbol sosial. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pestise
dan gengsi sosial yang akan dia miliki, dengan catatan kompetensi yang dimiliki
sesuai dengan tingkat pendidikan diperoleh.[6]
Berbedadenganseseorang yang berasal darikeluarga
kaya, melaluisosialisasiataureproduksi social, memperolehjenispendidikan,
gaya, rasa, danseleratertentutentangsesuatu. Pembedaan orang
dalampendidikan, gaya, rasa, danseleratertentutentangsesuatu( makanan, pakaian,
perabotanrumah, music, drama, sastra, lukisan, film, fotografi,
danpreferensietislainnya), padagilirannya member dampakpadaperbedaan orang
dalamprestise, status, otoritas, dankehormatan social. Dengan kata lain,
keterampilanmengatur symbol social
tidaksertamertaatausegeradiperolehseseorangketikadiamendapatkan capital ekonomi
yang tinggi, karenaketerampilaninidiperolehmelalui proses yang
panjangmelaluipendidikanataureproduksi social lainnya.
F. Hubungan
antara Kapital Manusia, Sosial, Budaya, dan Simbolik dengan Pendidikan
Pendidikanmemilikiperananpentingsebagaiagensosialisasiterhadapsemua
capital yang ada(capital manusia,social,budaya, dansimbolik),
selainsebagaiagensosialisasi, pendidikanjugaberperansebagaiagenhegemonidalam
capital budayadan capital simbolik.
Dengandemikianpendidikanmenjadisimpuldaripertemuansemua capital yang ada,
secararingkasmelalui table dibawahini:
JenisKapital
|
Atribut
|
PerananPendidikan
|
Manusia
|
Pengetahuan,ketrampilan,kemampuan,danstributserupalainnya
|
Agensosialisasi
|
Sosial
|
Jaringanalumni,kepercayaandankerjasama
|
Agensosialisasi
|
Budaya
|
Kompetensiataupengetahuankultural
|
Agensosialisasidanhegemonik
|
Simbolik
|
KemampuanmengaturSimbol
|
Agensosialisasidanhegemonik
|
BAB III
PENUTUP
Ø KESIMPULAN
Secara
etimologis, capital berasal dari ‘capital”, yang akar katanya dari kata latin,
caput, yang berarti “kepala’. Adapun artinya di pahami, pada abad ke- 12 dan
ke-13,adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bunga pinjaman.
Dalam
pembahasan diatas “capital” tidaklah diterjemahkan sebagai modal tetapi
dikaitkan sebagai investasi. Oleh karena itu capital berhubungan dengan suatu
proses yang sangat panjang yang tidak dapat langsung digunakan seperti halnya
istilah atau perumpamaan “dengkul” yang ada didepan mata dan siap digunakan.
Pendidikan
didalam kehidupan ini memiliki peranan yang sangat penting. Diantaranya
pendidikan berfungsi sebagai capital manusia, social, budaya, dan simbolik.
Semuanya telah memiliki konsepnya masing-masing dan dari keempat hal tersebut
pendidikan telah menjadi agen sosialisasi yang menjembatani dan menjadi simpul
pertemuan diantara semua capital tersebut.
Oleh
karena itu semoga dengan mempelajari empat capital tersebut dapat berguna
didalam pengetahuan dan pemahaman kita sebagai orang yang akan berkecimpung di
dunia pendidikan terlebih dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan.
Daftar
Pustaka
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta:
Kencana
Ibid
Iryasman.2013.artikel
pendidikan sebagai kapital, Sumatera Barat: LPMP
[1]Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011, hal. 173
[2]
Ibid, hal 177
[3]
Ibid, hal.178
[4]
Iryasman, artikel pendidikan sebagai kapital, Sumatera Barat: LPMP, 13 mei 2013
[5]Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011, hal. 173
[6]
Iryasman, artikel pendidikan sebagai kapital, Sumatera Barat: LPMP, 13 mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar