Minggu, 04 Januari 2015

makalah pendidikan kapital



BAB I
Ø Latar Belakang
Membahas tentang pendidikan merupakan suatu hal yang menarik. Karena bahasan tersebut tidak akan pernah habis ditelan masa. Yang ditandai selalu berkembang dan berubahnya pendidikan. Sehingga pendidikan semakin lama terus dan terus di pelajari. Tidak terkecuali pada fungsi pendidikan sebagai capital.Pendidikan sebagai capital memiliki cakupan yang luas di dalam pembahasannya. Diantaranya tentang pendidikan sebagai capital manusia, kapital social, kapital budaya dan kapital simbolik. Semua itu perlu kita ketahui baik konsepnya maupun sekedar pengertiannya. Guna memahami akan pentingnya pendidikan didalam kehidupan kita dan merupakan investasi jangka pendek maupun jangka panjang di dalam kehidupan.
Dalam Era Globalisasisaatsekarangini, kitadapatmelihatsekaligusmerasakan  semangkinketatnyapersainganuntukmendapatkanpekerjaan. halini di perburukdengankeadaanalam yang terasasudahtidakmenyediakankebutuhan-kebutuhan yang di perlukanolehmanusiapadakhususnya. Olehkarenaitu, manusiasebagaimakhluk yang memilikikecerdasan yang dapatmengolahSumberDayaAlam (SDA) yang adasebagainilaiguna yang lebih.Tidakhanyapadapengolahanalam, namunterlebihlagipadasyarat-syaratatribut yang di gunakanuntukkualifikasidalambidangsektor-sektorpekerjaan yang ada.Tolakukur yang pertamadalamkualifikasipekerjaanadalahpendidikan.
Opini yang berkembangjustrupembangunansektorpendidikanhanyalahsektor yang bersifatmemakananggarantanpajelasmanfaatnya (terutamasecaraekonomi).Pandangandemikianmembawa orang padakeraguanbahkanketidakpercayaanterhadappembangunansektorpendidikansebagaipondasibagikemajuanpembangunandisegalasektor.Ketidakyakinaninimisalnyaterwujuddalamkecilnyakomitmenanggaranuntuksektorpendidikan.Akibatnyaalokasianggaransektorpendidikan pun biasanyasisasetelah yang lainterlebihdahulu. Cara pandangsepertiitusekarangsudahmulaitergusursejalandenganditemukannyapemikirandanbuktiilmiahakanperandanfungsi vital pendidikandalammemahamidanmemposisikanmanusiasebagaikekuatanutamasekaligusprasyaratbagikemajuanpembangunandalamberbagaisektor.Konseppendidikansebagaisebuahinvestasidalambentuk Human Capital (Modal Manusia) telahberkambangsecarapesat.

Ø  RumusanMasalah
Dari latarbelakang di atasdapat di rumuskansuatumasalahyakni:
a.       Bagaimana konsep pendidikan sebagai kapital manusia?
b.      Bagaimana konsep pendidikan sebagai kapital sosial?
c.       Bagaimana konsep pendidikan sebagai kapital budaya?
d.      Bagaimana konsep pendidikan sebagai capital simbolik?
Ø  Manfaat dan Kegunaan
a.       Mengetahui pengertian pendidikan sebagai kapitalis
b.      Mengetahui pengertian pendidikan sebagai kapital ( manusia, soaial, budaya, dan simbolik
c.       Mengetahui hubungan anatara pendidikan sebagai kapital ( manusia, soaial, budaya, dan simbolik dengan pendidikan.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kapital
Secara etimologis, kapital berasal dari kata “capital” yang akar katanya dari kata latin, caput berarti “kepala”. Adapun artinya dipahami adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bungan uang pinjaman.[1]Kapitaldidalamkamusilmiahadalahutamaatauinti (seperti kata capital city yang berartikota yang utama). Kapitaldalampengertianekonomiseringdiidentikkandengan modal.Adapun artinnya dipahami pada abad ke 13 adalah dana, persediaan barang sejumah uang dan bunga uang pinjaman( Berger, 1990:20). Akan tetapi “capital” tidak diterjemahkan sebagai modal seperti lazimnya diartikan banyak orang. Alasan tersebut dikemukakan oleh Lawang (2003:3) dalam bukunya Kapital Sosial: dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar.
Alasan yang pertamacapital (inggris) memang berarti modal, boleh dalam bentuk yang biasanya digunakan untuk berbelanja barang kapital fisik yang memungkinkan investasi dapat berjalan. Dalam pengertian ini tampaknya tidak ada keberatan berarti yang menyangkut pengertian kapital. Kedua, dalam bahasa Indonesia orang sering menggunakan istilah “modal dengkul” artinya tidak ada uang untuk dijadikan modal bagi belanja barang kapital fisik, kecuali tenaga orang itu sendiri (tenaga fisik). Tenaga fisik tidak bisa dipisahkan dengan keterampilan, karena keterampilan hanya dapat diwujudkan menggunakan tenaga fisik dalam ukuran penggunaan kalori besar/ kecil. Tetapi tidak semua penggunaan tenaga fisik digabungkan dengan keterampilan. Jalan kaki membutuhkan tenaga fisik, akan tetapi bukanlah suatu keterampilan sebagai bentuk kapital manusia. Alasan itulah maka konsep kapital tidak diterjemahkan sebagai modal. Ketiga,  tmerupakan alasan penulis sendiri, konsep kapital berkait dengan suatu investasi. Oleh karena itu, kapital berhubungan dengan suatu prose yang cukup panjang yang tidak dapat langsung digunakan seperti halnya “dengkul” yang ada di depan mata dan siap digunakan.

B.     Pendidikan Sebagai Kapital Manusia
Konsep capital manusiadiperkenalkanoleh Theodore w. Schultz lewatpidatonya yang berjudul“ Investment in human capital” dihadapankepadaparaekonomAmerikapadatahun 1960. Sebelumnyaparaekonomhanyamengenal capital fisikberupaalat-alat,mesindanperlatanproduktiflainnya yang diperkirakan memberikankontribusikepadapertumbuhanekonomidanpembangunan.[2]
Gagasan tersebut mengandung makna bahwa proses perolehanpengetahuandanketerampilanmelaluipendidikanbukansekedarsebagaisuatukegiatankonsumtif, melainkansuatubentukinvestasisumberdayamanusia. Pendidikan, sebagaisuatusaranapengembangankualitasmanusia, memilikikontribusilangsungterhadappertumbuhanpendapatannegaramelaluipeningkatanketerampilandankemampuanproduksitenagakerja.
Dari gagasan tersebut, mulai berkembang berbagai batasan pengertian tentang kapital manusia. Ace Suryadi (1999: 52) dalam bukunya Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan mengemukakan bahwa kapital manusia menunjuk pada tenaga kerja yang merupakan pemegang kapital sebagaimana tercermin di dalam keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerja seseorang.
Elinor Ostrom (2000: 175) melihat kapital manusia sebagai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan. Sementara Robert M. Z Lawang (2004:10) merumuskan kapital manusia sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan, pelatihan dan/ atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk melakukan kegiatan tertentu.[3]
Kapital manusia merupakan investasi jangka panjang menyangkut keterampilan manusia yang dibentuk melalui proses belajar. Kapital manusia berorientasi humanitas dalam membangun sumber daya insani (human resource). Salah satu bidang yang sangat menentukan dalam pengembangan kapital insani adalah dunia pendidikan. Mengingat pendidikan sebagai kapital insani, maka pengembangan dunia pendidikan harus memberi peluang seluas-luasnya bagi kemajuan pendidikan yang terlepas dari kooptasi kekuasaan. Pemerintah telah menyusun Standar Nasional Pendidikan (PP. No. 19 Th. 2005). Ada delapan standar yang harus dipenuhi untuk mencapai pendidikan, yaitu Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian. Dengan konsep yang baik dan pelaksanaan yang benar diharapkan pengembangan dunia pendidikan sebagai kapital insani menjadi terarah.[4]
Capital manusiadiciptakandenganmengubahmanusiadenganmemberikanmerekaketerampilandankemampuan yang memampukanmerekabertindakdengancara-carabaru. Capital fisikberwujud, iadiwujudkandalambentukmateri yang jelas. Adapun capital manusiatidakberwujud, diwujudkandalamketerampilandanpengetahuan yang dipelajariindividu. Capital fisikmemudahkanaktivitasproduktif, begitujuga capital manusia.[5]
Alasan mengapa pendidikan sebagai kapital manusia karena Pendidikan merupakan investasi yang paling penting dalam modal manusia untuk menjawab tantangan global pada saat ini. Oleh karena itu keahlian dan kecakapan seseorang dalam menghadapi persaingan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi dan luasnya pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Diperlukannya usaha-usaha dan program-program untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan bermutu tinggi untuk menghadapi persaingan internasional karena dunia kerja sangat menunutut untuk memperoleh sumber daya manusia yang bervarietas tinggi.
Sedangkan pengakuan terhadap capital manusia yang diperoleh melalui pendidikan dapat diwujudkan dengan ijazah tang telah dimiliki. Adapun pengakuan terhadap capital manusia yang didapatkan lewat pendidikan nonformal ditunjukan oleh penerimaan terhadap setifikat yang telah dimiliki. Namun pada pendidikan informal biasanya tidak melalui ijazah tetapi cenderung bersifat informal. Dengan kata lain pengakuan dari masyarakat diperoleh apabila seseorang memiliki kemampuan atau keterampilan yang diperlukan dan berguna di masyarakat seta dapat dirasakan secara langsung.

C.    Pendidikan sebagai Kapital Sosial
Menurut Piere Bourdieu (1986), kapital sosial sebagai sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembaga serta berlangsung terus-menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (dengan kata lain, keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif.
Sementara Robert M.Z lawang (2004) mendefinisikan kapital sosial sebagai semua kekuatan sosial komunitas yang dikonstruksiikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/ atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital lainnya.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kapital sosial merupakan investasi sosial, yang meliputi sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan norma serta kekuatan menggerakkan dalam struktur hubungan sosial untuk mencapai tujuan individual dan/ atau kelompok secara efektif dan efisien dengan kapital lainnya.
Kapital sosial menurut Coleman (1990) memiliki berbagai bentuk yaitu kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, dan organisasi sosial yang dapat digunakan secara tepat. Sedangkan menurut Pratikno, dkk (2001) menemukan berdasarkan studi literatur ada tiga level bentuk kapital sosial, yaitu nilai (terdiri dari simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, dan pengakuan timbal balik), institusi (mencakup keterlibatan umum sebagai warga negara, asosiasi, jaringan), dan mekanisme (meliputi kerjasama dan sinergi antar kelompok)
Dari dua pendapat diatas, dapat dirumuskan secara sederhana bahwa kapital sosial adalah investasi sosial dalam stuktur hubungan sosial untuk meraih tujuan yang diharapkan. Adapun yang dimaksud investasi sosial disini adalah sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan norma. Jaringan sosialadalahhubunganantarindividu yang memilikimaknasubyektif yang berhubunganataudikaitkandengan sesuatuberbagaisimpuldanikatan.Zucker (1986) memberi batasankepercayaansebagaiseperangkatharapan yang dimilikibersama-samaolehsemua yang beradadalampertukaran.Sedangkannilaidipahamisebagaigagasanmengenaiapakahsesuatupengalamanberarti, berharga, bernilai, dantidakpantas. Dan normasebagaisumberdaya social terakhir, dipahamisebagaiaturan main bersama yang menuntunperilakuseseorang. Norma memberikankitasuatucaradimanakitamengorientasikandirikitaterhadap orang lain.
Kapital social adalah investasi social yang meliputi sumber daya social seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan norma serta kekuatan menggerakkan, dalam struktur hubungan social untuk mencapai tujuan individual dan atau kelompok secara efisien dan efektif dengan capital lainnya.
Capital sebagai investasi social, oleh karena itu, memiliki aspek statis dan dinamis. Dengan kata lain, aspek statis dan dinamis dari capital social bagaikan dua sisi yang berbeda dari koin mata uang yang sama. Adapun aspek statis dari capital social adalah sumber daya social, sedangkan aspek dinamisnya adalah kekuatan yang menggerakkan. Sumber daya social sebagai aspek statis dari capital social dipahami dalam arti bahwa sumber daya social seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan norma merupakan capital yang diperlukan dalam suatu struktur hubungan social.
Dengan mengikuti pendidikan formal maupun informal manusia dapat memperoleh segala sumberdaya social seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan norma. Terutama pada pendidikan formal.Berbicara masalah jaringan, pada bab ini merupakan wujud dari keberhasilan pendidikan sebagai kapital sosial. Betapa fungsinya jaringan sebagai sumberdaya social seseorang dalam menumbuh kembangkan capital social. Kapital social yang diperoleh dari sumber daya jaringan akan bertambah kuat bila orang tersebut mempu menciptakan suatu derajat kepercayaan antara dia dan anggotanya. Selain itu seseorang juga mendapatkan nilai dan norma, apabila dari kesemua sumberdaya tersebut mampu diolah seseorang dengan baik, maka capital social yang dimiliki akan semakin kuat.Selain itu sumberdaya yang diperoleh dari lembaga pendidikan informal tampaknya kurang banyak didapatkan di bandingkan seseorang dari pendidikan formal. Meskipun demikian sumberdaya social pada pendidikan informal dapat dijadikan capital social.

D.    Pendidikan sebagai Kapital Budaya
Konsep kapital budaya dipopulerkan oleh Bourdieu. Kapital budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau pengetahuan kultural yang menuntun selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan (Damsar, 2009). Dalam perspektif sosiologis, kapital budaya merupakan reproduksi sosial, yaitu pemeliharaan pengetahuan dan pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya, “dipertahankan” melalui sistem pendidikan.
Oleh karena itu fungsi dari pendidikan adalah memberikan seseorang modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan dan penaksiran nilai. Pendidikanlah yang membuat kita berfikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku seseorang.Karena pendidikan membentuk kompetensi dan pengetahuan cultural seseorang. Pengetahuan, keterampilan, Kemampuan cultural tersebut memberikan seseorang preferensi dalam berfikir, bertindak, berperilaku dalam bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, dan model-model tentang keberhasilan dan kegagalan, cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit, sopan dan asalan.
Dari pendapat beberapa ahli mengenai capital budaya, dapat disimpulkan bahwa capital budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau pengetahuan culture yang menuntun selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan.
Menurut Lawang (2004:16-18), Bourdieu menjelaskan capital budaya dalam tiga dimensi: yaitu dimensi manusia yang wujudnya adalah badan, objek dalam bentuk apa saja yang pernah dihasilkan oleh manusia dan institusional, khususnya menunjuk pada pendidikan. Dimensi manusia dari capital budaya adalah embodied state yaitu keadaan yang membadan atau keadaaan yang terwujud dalam badan manusia atau yang menyatu seluruhnya dengan manusia sebagai satu kesatuan. Sementara dimensi objek dari capital budaya, dikenal sebagai objectified state yaitu suatu keadaan yang sudah dibendakan atau dijadikan objek oleh manusia. Adapaun dimensi institusional dari capital budaya menunjukkan suatu keadaan dimana benda-benda itu sudah menunjukkan entisitas yang sama sekali terpisah dan mandiri, yang diperlihatkan dalam system pendidikan. Dengan demikian, capital budaya menunjuk yang pada keadaan yang berwujud potensial, bagi seseorang yang diuangkan atau dipertukarkan dengan kapital-kapital lainnya.
Dari pengertian tentang capital budaya dan penjelasannya tampak jelas bahwa pendidikan memberikan seseorang modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan atau penafsiran nilai. Pendidikan membentuk kompetensi dan pengetahuan cultural seseorang. Kompetensi dan pengetahuan cultural tersebut memberikan seseorang preferensi dalam berpikir,bersikap, bertindak dan berperiaku dalam bahasa. Nilai-nilai,asumsi-asumsi dan model-model tentang keberhasilan dan kegagalan,cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit, sopan dan asalan.

E.     Pendidikan sebagai Kapital Simbolik
Kemampuan mengtur symbol seseorang berbeda menurut prestise, otoritas, dan kehormatan social. Kemampuan tersebut tidak diperoleh sejak ia lahir tetapi diperoleh melalui pendidikan formal dan non formal serta pendidikan informal dalam keluarga. Keluarga kelas menengah keatas kemampuan mengatur simbolnya labih tajam dan kuat dari pada keluarga kelas bawah.
Dalam pandangan Bourdieu (1977:183), capital simbolikmerupakansuatubentuk capital ekonomifisikal yang telahmengalamitransformasidankarenannyatelahtersamarkan, menghasilkanefeknya yang tepatsepanjang, menyembunyikanfaktabahwaiatampildalambentuk-bentuk capital ‘material’ yang adalahpadahakikatnyasumberefek-efeknyajuga. Pengertiantersebutmemanglahmasihsulitdipahami, makadariitu, marikitajelaskan capital simbolikdengancontoh. Katakanlahseseorang yang barusanmendapatkanundiansebanyakRp 500 milyarakanmasukkedalamekonomiatas. Namun orang inibelumtentumemiliki capital budayadansimbolik yang tinggi.
Turner melihat kapital simbolik sebagai ‘penggunaan simbol-simbol untuk meligitimasi pemilikan perbagai tingkat dan konfigurasi ketiga bentuk kapital lainnya, yaitu kapital ekonomi, sosial, dan kapital budaya. Sementara Lee melihat hubungan kapital simbolik dengan kapital lainnya dengan simpulan, “semakin besar kepemimpinan dan investasi modal pendidikan dan kultural, semakin artikulatif dan khas bentuk konsumsi kultural yang dilakukan, dan dengan demikian semakin besar pula modal simbolis yang dapat diperoleh”.Berkaitan dengan perspektif kapital simbolik, pendidikan merupakan modal kapital yang mampu melahirkan reproduksi sosial dalam bentuk simbol sosial melalui proses pendidikan yang panjang. Pendidikan di satu sisi melahirkan kapital budaya yang mewarnai pemikiran seseorang, di sisi lain melahirkan struktur sinbolik dalam bentuk simbol sosial. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pestise dan gengsi sosial yang akan dia miliki, dengan catatan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan tingkat pendidikan diperoleh.[6]
Berbedadenganseseorang yang berasal darikeluarga kaya, melaluisosialisasiataureproduksi social, memperolehjenispendidikan, gaya,  rasa, danseleratertentutentangsesuatu. Pembedaan orang dalampendidikan, gaya, rasa, danseleratertentutentangsesuatu( makanan, pakaian, perabotanrumah, music, drama, sastra, lukisan, film, fotografi, danpreferensietislainnya), padagilirannya member dampakpadaperbedaan orang dalamprestise, status, otoritas, dankehormatan social. Dengan kata lain, keterampilanmengatur symbol social tidaksertamertaatausegeradiperolehseseorangketikadiamendapatkan capital ekonomi yang tinggi, karenaketerampilaninidiperolehmelalui proses yang panjangmelaluipendidikanataureproduksi social lainnya.















F.     Hubungan antara Kapital Manusia, Sosial, Budaya, dan Simbolik dengan Pendidikan
Pendidikanmemilikiperananpentingsebagaiagensosialisasiterhadapsemua capital yang ada(capital manusia,social,budaya, dansimbolik), selainsebagaiagensosialisasi, pendidikanjugaberperansebagaiagenhegemonidalam capital budayadan capital simbolik. Dengandemikianpendidikanmenjadisimpuldaripertemuansemua capital yang ada, secararingkasmelalui table dibawahini:


  JenisKapital
Atribut
PerananPendidikan
Manusia
Pengetahuan,ketrampilan,kemampuan,danstributserupalainnya
Agensosialisasi
Sosial
Jaringanalumni,kepercayaandankerjasama
Agensosialisasi
Budaya
Kompetensiataupengetahuankultural
Agensosialisasidanhegemonik
Simbolik
KemampuanmengaturSimbol
Agensosialisasidanhegemonik


BAB III
PENUTUP

Ø  KESIMPULAN
Secara etimologis, capital berasal dari ‘capital”, yang akar katanya dari kata latin, caput, yang berarti “kepala’. Adapun artinya di pahami, pada abad ke- 12 dan ke-13,adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bunga pinjaman.
Dalam pembahasan diatas “capital” tidaklah diterjemahkan sebagai modal tetapi dikaitkan sebagai investasi. Oleh karena itu capital berhubungan dengan suatu proses yang sangat panjang yang tidak dapat langsung digunakan seperti halnya istilah atau perumpamaan “dengkul” yang ada didepan mata dan siap digunakan.
Pendidikan didalam kehidupan ini memiliki peranan yang sangat penting. Diantaranya pendidikan berfungsi sebagai capital manusia, social, budaya, dan simbolik. Semuanya telah memiliki konsepnya masing-masing dan dari keempat hal tersebut pendidikan telah menjadi agen sosialisasi yang menjembatani dan menjadi simpul pertemuan diantara semua capital tersebut.
Oleh karena itu semoga dengan mempelajari empat capital tersebut dapat berguna didalam pengetahuan dan pemahaman kita sebagai orang yang akan berkecimpung di dunia pendidikan terlebih dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan.








Daftar Pustaka

Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana
Ibid
Iryasman.2013.artikel pendidikan sebagai kapital, Sumatera Barat: LPMP











[1]Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011, hal. 173
[2] Ibid, hal 177
[3] Ibid, hal.178
[4] Iryasman, artikel pendidikan sebagai kapital, Sumatera Barat: LPMP, 13 mei 2013
[5]Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011, hal. 173

[6] Iryasman, artikel pendidikan sebagai kapital, Sumatera Barat: LPMP, 13 mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar