BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu
tugas pokok filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah bagi tujuan
pendidikan Islam. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai harus direncanakan
(diprogramkan) dalam kurikulum. Antara tujuan dan program harus ada kesesuaian
dan keseimbangan. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai harus tergambar di
dalam program yang tertuang di dalam kurikulum, bahkan program itulah yang
mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan. Kurikulum
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kependidikan Islam. Segala
hal yang harus diketahui atau diresapi serta dihayati oleh peserta didik, harus
ditetapkan dalam kurikulum. Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik
kepada peserta didik, harus dijabarkan ke dalam kurikulum.[1]
Dengan demikian, dalam kurikulum tergambar jelas secara berencana bagaimana
dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan
oleh pendidik dan peserta didik. Jadi, kurikulum menggambarkan kegiatan
belajar-mengajar dalam suatu lembaga kependidikan. Di dalam kurikulum, tidak
hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan oleh
pendidik kepada peserta didik, dan peserta didik mempelajarinya, tetapi juga
segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena
mempunyai pengaruh terhadap peserta didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan Islam. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan, mempunyai
kedudukansentral, menentukan kegiatan dan hasil pendidikan. Penyusunannya
memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian
yang mendalam. Kuriklum yang lemah akan menghasilkan manusia yang lemah pula.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengertian kurikulum dalam Pendidikan Islam?
2.
Apa saja
cakupan, asas-asas dan ciri-ciri kurikulum dalam Pendidikan Islam?
3.
Apa saja
prinsip-prinsip kurikulum dalam Pendidikan Islam
4.
Apa
tantangan kurikulm Pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan zaman?
C. Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
1.
Tujuan
1)
Untuk
mengetahui pengertian kurikulum dalam Pendidikan Islam
2)
Untuk
mengetahui cakupan, asas-asas, dan ciri-ciri kurikulum dalam Pendidikan Islam
3)
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip kurikulum dalam Pendidikan Islam
4)
Untuk
mengetahui tantangan-tantangan kurikulum Pendidikan Islam dalam menghadapi
perkembangan zaman.
2.
Kegunaan
1)
Memberikanmasukanbagisiswa, guru, dansekolah dan seluruh
stake holder dalam dunia pendidikan Islamdalammengembangkankurikulum pendidikan Islam.
2)
Menjadi
salah satu sumber bahan bacaan pertimbangan serta bahan rujukan terhadappenelaahantentangkurikulum Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kurikulum
Kata Kurikulum berasal dari bahasa
Yunani yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari muali dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa Arab,
istilah kurikulum diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau
jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks
pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru
dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
nilai-nilai.[2]
Pengertian kurikulum yang diungkapkan oleh para ahli ternyata sangat beragam,
tetapi dari beberapa definisi itu dapat ditarik kesimulan, bahwa di satu pihak
ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak
lebih menekankan pada proses atau pengelaman belajar.
Pengertian lama tentang kurikulum
lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata
pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu ijazah juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh
suatu lembaga pendidikan, terbatas pada pengetahuan-pengetahuan yang
dikemukakan oleh guru atau sekolah atau institusi pendidikan lainnya dalam
bentuk mata pelajaran-mata pelajaran yang dikaji begitu lama oleh peserta didik
dalam tiap tahap pendidikannya.[3]Demikian
pula definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas No. 2/1989. Sedangkan definisi
yang dikemukakan oleh Kamil dan Sarhan menekankan pada sejumlah pengalaman
pendidikan, budaya, sosial, olah raga, seni yang disediakan oleh sekolah bagi
para peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah, dengan maksud mendorong
mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan[4].Dan
juga definisi kurikulum dalam UU Sisdiknas No. 20/2003 dikembangkan ke arah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu[5].
Berdasarkan pengertian-pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang
digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan
yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, ketrampilan
dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses Pendidikan
Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, akan
tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna, baik sebagai
khalifah maupun ‘abd, melalui transformasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan
sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Disinilah
filsafat pendidikan Islam dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakikat
pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam
pembentukan manusia paripurna ( al- insan al-kamil).
B.
Cakupan,
Asas-asas, dan Ciri-ciri Kurikulum dalam Pendidikan Islam
1.
Cakupan
Kurikulum Pendidikan Islam
Cakupan
bahan pengajaran yang terdapat dalam kurikulum pada masa sekarang nampak
semakin luas. Berdasarkan perkembangan pada saatsekarang ini, maka para
perancang kurikulum memasukan cakupan meliputi empat bagian. Pertama, bagian
yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar
mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data,
aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi
penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran dalam silabus. Ketiga,
bagian berisi metode penyampaian atau cara menyampaikan mata pelajaran
tersebut. Keempat, bagian yang berisi metode penilaian dan pengukuran atas
hasil pengajaran tersebut[6].Kesemuaannya
harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan
dalam pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan sebagai asas-asas
pembentukan kurikulum pendidikan.
2.
Asas-asas
Kurikulum Pendidikan Islam
Suatu
kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan Islam, hendaknya mengandung beberapa
komponen utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode
penilaian. Kesemuaannya harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan
yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan
sebagai asas-asas pembentukan kuriulum pendidikan. Asas-asa umum yang menjadi
landasan pembentukan kurikulum dalam pendidikan Islam adalah:
a.
Asas Agama
Seluruh
sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus
meletakan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang
meliputi aqidah, ibadah dan muamalah. Hal ini bermakna bahwa itu semua pada
akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syariat Islam, yaitu al-Qur’an dan
as-Sunnah. Sementara sumber lainnya sering dikategorikan sebagai metode seperti
ijma, qiyas dan ihtisan. Pembentukan kurikulum pendiidkan Islam harus diletakan
pada apa yang telah digariskan oleh dua sumber
tersebut dalam rangka menciptakan mausia yang bertaqwa sebagai ‘abd dan
khalifah dimuka bumi.
b.
Asas
Falsafah
Dasar ini
memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis,
sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran,
terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini
kebenarannya. Secara umum, dasar falsafah ini membawa konsekwensi bahwa rumusan
kurikulum pendidikan Islam harus beranjak dari konsep ontologi, epistemologi
dan aksiologi yang digali dari pemikiran manusia muslim, yang sepenuhnya tidak
bertentangan dengan nilai-nilai asasi ajaran Islam.
c.
Asas
Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa
kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan
tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum
pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak
didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan
sosial, kebutuhan dan minat, kecakapan dan perbedaan individual dan aspek
lainnya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
d.
Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan
Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang
demikian ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan
bakal terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai mahluk sosial harus
mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini dimaksudkan agar
out-put yang dihasilkan menjadi manusia yang mampu mengambil peran dalam
masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya[7].
Keempat asas tersebut di atas harus
dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu
ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri
sendiri-sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat
membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan
dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan,
pengembangan potensinya sebagai khalifah, pengembangan kepribadiannya sebagai
individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
3.
Ciri-ciri
Kurikulum Pendidikan Islam
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany
menyebutkan lima ciri kurikulum Pendidikan Islam. Kelima ciri tersebut secara
ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
1)
Menonjolkan
tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan,
metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama.
2)
Cakupannya
luas dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum yang benar-benar mencerminkan
semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh. Di samping itu ia juga luas
dalam perhatiannya. Ia memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala
aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual.
3)
Bersikap
seimbang di antara berbagai ilmuyang dikandung dalam kurikulum yang akan
digunakan. Selain itu juga seimbang antara pengetahuan yang berguna bagi
pengembangan individual dan pengembangan sosial.
4)
Bersikap
menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.
C.
Prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
Secara
prinsipil kurikulum pendidikan Islam tak terlepas dari keterkaitannya dengan
dasar-dasar dan tujuan falsafat pendidikan Islam itu sendiri. Beberapa bagian
materi kurikulum dapat saja dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman dan
lingkungan manusia, tetapi keterikatan hubungannya dengan hakikat kejadian
manusia sebagai khalifah dan pengabdi Allah yang setia, tidak dapat dilepaskan
sama sekali. Secara garis besarnya dalam kurikulum pendidikan Islam harus
terlihat adanya unsur-unsur; (1) Ketauhidan; (2) Keagamaan; (3) Pengembangan
potensi manusia sebagai khalifah Allah; (4) Pengembangan hubungan antar
manusia; dan (5) Pengembangan diri sebagai individu[9].
Kurikulum
Pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegaskan. Al-Syaibany
dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
Pertama, prinsip
pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya.
Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan,
metode mengajar, cara-cara perlakuan dan sebagainya harus berdasar pada agama
dan akhlak Islam. Yakni harus terisi dengan jiwa agama Islam, keutamaan,
cita-cita, dan kemauannya yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Kedua, prinsip
menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum,
yakni mencakup tujuan membina akidah, akal, dan jasmaninya, dan hal lain yang
bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial,
ekonomi, politik termasuk ilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis,
profesional, seni rupa, dan sebagainya.
Ketiga, prinsip
keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.
Keempat, prinsip
perkaitan antara bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan belajar.
Begitu juga dengan alam sekitar baik yang bersifat fisik maupun sosial dimana
pelajar itu hidup dan berinteraksi.
Kelima, prinsip
pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara para pelajar, baik dari
segi minat maupun bakatnya.
Keenam, prinsip
menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan
tempat.
Ketujuh, prinsip
keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas
yang terkandung dalam kurikulum[10].
D.
Kurikulum
Pendidikan Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman
Di dalam era
millenium baru ini, efek negatif dari globalisasi dan krisis
lingkungan hidup harus dihadapi oleh agama yang notebene selalu mendidik
ke arah perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan hidup. Itu pula yang dihadapi
oleh Pendidikan Islam sekarang dan yang akn datang. Padahal persoalan internal
Pendidikan Islam sendiri, baik secara kelembagaan maupun keilmuan, masih
menghadapi persoalan-persoalan klasik yang belum terpecahkan sampai sekarang,
dari persoalan managemen, ketenagaan, sumber dana, sampai ke masalah
infrastruktur dan kurikulum[11].
Dari
kenyataan di atas menyebabkan kualitas Pendidikan Islam sangat rendah. Di sisi
lain hal tersebut mengakibatkan para pengelola Pendidikan Islam tidak lagi
sempat dan mampu mengantisipasi adanya tantangan globalisasi yang sudah begitu
jelas menghadang di hadapannya. Lebih lanjut lagi menurut Amin Abdullah bahwa
Pendidikan Islam masih selalu bergerak dengan perspektif “inward looking”
(berorientasi ke dalam), tidak banyak upaya pengembangan ke luar karena masih
sibuk mengurusi diri sendiri sehingga menyebabkan terjadinya stagnasi. Dalam
menghadapi perkembangan global, Pedidikan Islam harus mulai membuka diri dengan
menggunakan perspektif “outward looking”, yakni memahami apa yang
terjadi dan berkembang di dunia global untuk kemudian mengantisipasinya dengan
perbaikan-perbaikan ke dalam[12].
Dampak
negatif yang turut menyertai globalisasi terhadap Pendidikan Islam di
antaranya, krisis moral. Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan
media massa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi
alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, dan lain-lain.
Hal ini akan berimbas pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran,
pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan,
pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis
akhlaq lainnya. Yang ke dua dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis
kepribadian. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara
yang menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian
seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian sosial akan
semakin terkikis.Melihat berbagai hal dampak negatif
yang ditimulkan oleh perkembangan zaman tersebut, maka sudah suatu keharusan
bagi Pendidikan Islam untuk merumuskan kurikulum yang mampu menghasilkan
lulusan-lulusan yang kebal terhadap dampak negatif tersebut.
Selain
dampak negatif, arus perkembangan zaman juga memunculkan tantangan semakin
hilangnya batas-batas semu antarnegara dan bangsa di dunia akibat arus modal,
jasa, komoditas, pengetahuan, dan manusia yang saling melintas antarperbatasan.
Hal tersebut mangkibatkan dunia menjadi “rata”, artinya semua pesaing memiliki
kesempatan yang sama, sehingga mereka yang tidak mampu menggunakan dan
memanfaatkan peluang dan kesempatan yang ada, akan segera tertinggal. Dalam
konteks penidikan, negara-negara yang tidak bisa menghasilkan lulusan-lulusan
berkualitas internasional akan
segera tertinggal di arena kompetisi dunia.[13]
Untuk menjawab berbagai tantang
tersebut minimal ada enam orientasi atau pendekatan dalam pengembangan
kurikulum Pendidikan Islam, meliputi:
1.
Pendekatan
Rasionalisme Akademik
Pendekatan
ini menganut asumsi bahwa kurikulum merupakan transmisi budaya, nilai dan
pengetahuan serta ketrampilan. Kurikulum harus mampu membuat peserta didik
menggunakan kaidah-kaidah yang berpikir ketat dan terkendali dalam menguasai ilmu
yang diajarkan.
2.
Pendekatan
pengembangan proses kognitif
Pendekatan
yang tidak hanya mengutamakan konten pendidikan tetapi juga bagaimana mengolah
konten tersebut. Setiap aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa dan proses
yang terjadi di dalam kelas. Dasar pikiran yang digunakan adalah peserta didik
harus dilihat sebagai unsur yang interaktif dan adaptif dalam sistem.
3.
Pendekatan
struktur pengetahuan
Asumsinya
adalah penekanan yang benar dalam proses pembelajaran adalah membuka wawasan
peserta didik akan struktur pengetahuan. Peserta didik harus memahami ide-ide
yang fundamental, kosnep-kosnep dasar, serta materi yang diajarkan
diorganisasikan dalam pola hubungan satu sama lain, baik hubungan di dalam
disiplin ilmu maupun bersifat interdisipliner.
4.
Pendekatan
teknologis
Pendekatan
yang menekankan pada teknologi bagaimana ilmu pengetahuan itu ditransfer dan
bagaimana memberi
kemudahan-kemudahan dalam proses pembelajaran.
5.
Pendekatan
aktualisasi diri
Kurikulum
adalah alat untuk memperoleh pengalaman yang terbaikdalam upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan psikologik secara keseluruhan. Sebagai alat, kurikulum
harus mempunyai daya pebebas untuk pembentukanintegritas personal peserta
didik.
6.
Pendekatan
relevansi-rekonstruksi sosial
Menurut
pendekatan ini, kurikulum harus mencerminkan hubungan-hubungan permasalahan
sosial masa kini dan masa depan dengan perkembangan peserta didik yang sesuai.
Perkembangan sosial dan pengaruh timbal balik terhadap kualitas mentalitas dan
kualifikasi diri peserta didik harus dijadikan dasar pemikiran dalam
pengembangan kurikulum.[14]
Selain pendekatan-pendekatan yang
diambil dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam guna menghadapi tantangan
zaman, lembaga pendidikan Islam perlu merumuskan kurikulum yang
menyajikan program-program yang kompetitif. Dilihat dari metode penyajianya,
program-program tersebut menyentuh tiga aspek pembelajaran, yaitu kognitif
(pemahaman), afektif ( penerimaan/sikap) dan psikomotorik (ketrampilan). Jika
mengacu pada konsep dasar pendidikan oleh UNESCO, proses pembelajaran di
Lembaga Pendidikan Islam harus dapat membantu peserta didik memiliki lima kemampuan, yaitu
to know (meraih pengetahuan) , to do (berbuat sesuatu), to be (menjadi diri
sendiri), to live together (hidup berdampingan), to know god’s creation
(mengenal ciptaan Tuhan)[15].
Bila semua aspek dan kemampuan ini disajikan secara terpadu, maka para lulusan lembaga
Pendidikan Islam diharapkan memiliki keseimbangan antara kualitas ilmu/intelektual,
iman dan amal/akhlak.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
ragamnya pengertian kurikulum yang diungkapkan oleh para ahli dapat kitatarik kesimpulan, bahwa
di satu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di
lain pihak lebih menekankan pada proses atau pengelaman belajar.Pengertian lama
tentang kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam
arti sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah juga keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Sedangkan pengertian baru lebih
menekankan pada proses atau pengalaman belajar dalam arti sejumlah pengalaman
pendidikan, budaya, sosial, olah raga, seni yang disediakan oleh sekolah bagi
para peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah, dengan maksud mendorong
mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan
Kurikulum Pendidikan Islam harus
memenuhi unsur-unsur; (1) Ketauhidan; (2) Keagamaan; (3) Pengembangan potensi
manusia sebagai khalifah Allah; (4) Pengembangan hubungan antar manusia; dan
(5) Pengembangan diri sebagai individu. Serta prinsip-prinsip dalam merumuskan
kurikulum Pendidikan Islam, yakni prinsip pertautan yang sempurna dengan agama,
termasuk ajarannya dan nilai-nilainya, menyeluruh (universal) pada
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, keseimbangan yang relatif
antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum, pemeliharaan perbedaan-perbedaan
individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya,
menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan
tempat, dan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman
dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum. Dengan demikian tujuan dari
Pendidikan Islam dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
[2] Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007) hal. 1-3
[7]http://afifatin.blogspot.com/2010/04/tinjauan-filsafat-pendidikan-islam.html Di akses pada hari Sabtu 27 Oktober
2012 pada pukul 20:00 WIB
[9] Jalaluddin & Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan
Perkembangan Pemikirannya. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999) hal.
51-52
[11] Kata Pengantar Amin Abdullah. Pendidikan Islam dan Tantangan
Globalisasi. (Yogyakarta: Presma UIN-Suka, 2004) hal. ix
[13] Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hal. 91
[14] Moch. Fuad. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi.
(Yogyakarta: Presma UIN-Suka, 2004) hal. 85-87
[15] http://mbahduan.blogspot.com/2012/03/makalah-tantangan-pendidikan-islam.htmlDi akses pada hari Sabtu 27 Oktober
2012 pada pukul 20:30 WIB
http://wardonojakarimba.blogspot.com/2012/11/tinjauan-filosofis-kurikulum-pendidikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar