PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN KUALITAS
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Al Hadis
Dosen Pengampu : Drs. Nur
Hidayat
Disusun oleh
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM C
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2011
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini kami buat sebagai portofolio mata
kuliah Al Hadis
Walaupun kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi
dalam menyelesaikan laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon
maaf apabila banyak kesalahan dalam laporan ini. Serta ucapan terima kasih kami tujukan kepada
Bapak Nur Hidayat selaku dosen pengampu mata kuliah Al Hadis
Akhir kata semoga laporan ini berguna bagi diri kami
pribadi secara khususnya dan rekan-rekan secara umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ………………………………………………………
1
Kata
Pengantar ………………………………………………………
2
Daftar
Isi ………………………………………………………
3
BAB
I Pendahuluan ……………………………………………………… 4
BAB
II Pembahasan
- Hadis Sahih ……………………………………………………… 5
1)
Kriteria Hadis Sahih ……………………………………… 5
2)
Macam Hadis
Sahih ……………………………………… 13
3)
Status
Kehujjahan ……………………………………… 14
4)
Kitab yang
Memuat …………………………………….... 15
- Hadis Hasan ……………………………………………………… 15
1)
Kriteria
Hadis Sahih ……………………………………… 15
2)
Macam Hadis
Sahih ……………………………………… 16
3)
Kedudukan ……………………………………… 18
4)
Sumber …………………………………….... 18
- Hadis Daif ……………………………………………………… 19
1)
Kriteria Hadis Sahih ……………………………………… 19
2)
Macam Hadis
Sahih ……………………………………… 19
3)
Status
Kehujjahan ……………………………………… 24
4)
Kitab yang
Memuat …………………………………….... 25
BAB
III Kesimpulan ……………………………………………………… 26
Daftar
Pustaka ………………………………………………………
27
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah mewahyukan al-qur’an kepada nabi
Muhammad saw masih bersifat mujmal (global), sehingga untuk memahaminya secara
benar diperlukan penjelasan dan penafsiran, orang yang paling mengetahui isi
kandungan al-qur’an tak lain adalah nabi Muhammad saw.
Penjelasan nabi Muhammad saw, bias berupa
perkataan, perbuatan,maupun ketetapan beliau yang lebih dikenal hadist atau
sunah. Dalam perkembangannya, hadist sudah melewati berbagai sejarah zaman
hadist kemudian menjadi kajian khusus umat islam. Demi menjaga kemurniannya,
hadist diklasifikasikan atas dua macam yaitu :
1.
Hadist berdasarkan kuantitasnya. Yang terdiri dari hadist mutawatir dan
hadist ahad.
2.
Hadist berdasarkan kualitasnya yang terbagi atas hadist sahih, hadist
hasan, dan hadist dha’if.
Dalam makalah ini kita akan membahas
klasifikasi hadist berdasarkan kulitasnya yang terdiri dari tiga macam yaitu
hadist sahih, hadist hasan, dan hadist dha’if, mengenai pengertian,
syarat-syarat dan yang lain agar dapat diketahui apakah hadist tersebut dapat
dijadikan untuk berhujjah atau tidak.
B.
Tujuan
Mengkaji lebih dalam
mengenai pembagian
hadist berdasarkan kualitaasnya.
C.
Permasalahan
Penulis
telah menentukan pokok permasalahan sebagai tolak ukur agar pembahasan tidak
melebar dan menyimpang dari tema yang di tentukan yaitu sebagai berikut:
1.
Macam hadis ditinjau dari
kualitasnya
2.
Kehujjahan hadis
3.
Kaedah kesahihan hadis
4.
Kitab-kitab yang memuat hadis tersebut
BAB I
PEMBAHASAN
PEMBAGIAN HADIS BERDASAR KUALITAS
Penentuan tinggi rendahnya
tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, kualitas
(keadaan) rawi, dan keadaan(kualitas) matan. Ketiga hal tersebut menentukan
tinggi rendahnya suatu hadis. Bila dua buah hadis menetukan keadaan rawi dan
keadaan matan yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih
tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi, dan
hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada
hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.
Kata-kata ^¡9#ä$gGR#9#Ng9YB`ã ( dari sejumlah rawi yangsemisal dan
seterusnya sampai akhir sanad) mengecualikan hadis ahad yang pada sebagian
tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh sejumlah rawi mutawatir.
Contoh hadis:
”Innamal
a’maalu binniyyaati” .
”Sesunguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.”
Awal hadis tersebut adalah
ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi mutawatir. Maka hadis yang demikian bukan termasuk hadis
mutawatir
Tingkatan (martabat) hadis adalah taraf kepastian
atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah.
Hadis yang tinggi tingkatannya
berarti hadis yang tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang
benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW.
Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rendah taraf
kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis
menentukan tingi rendahnya kedudukan hadis sebagai sumber hukum atau sumber
Islam.
Para ulama membagi hadis ahad
dalam tiga tingkatan, yitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan,
jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian
hadis-hadis tersebut menjadi hadis shahih, hasan, dan dhaif.
A.
Hadis
Shahih
Hadis shahih menurut bahasa
berarti hadis yang bersih dari cacat, hadis yang benar berasal dari Rasulullah
SAW. Kaedah keshahihan hadis adalah
segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang
berkualitas sahih.
Menurut al Imam as Syafi’i hadis ahad tidak dapat
dijadikan hujjah, keculai apabila hadis itu:
1) Diriwayatkan oleh perawi yang :
a) dapat dipercaya pengamalan agamanya
b) dikenal sebagai orang jujur
c) memahami dengan baik makna hadis bila
terjadi perubahan lafal
d) mampu menyampaikan riwayat hadis bi al
lafziy, yaitu tidak meriwayatkan hadis bil ma’na
e) terpelihara hafalannya
f) bunyi hadis tidak berbeda walaupun hadisnya
diriwayatkn orang lain
g) terlepas dari perbuatan penyembunyian
cacat (tadlis)
2) Rangkaian sanadnya muttasiil (bersambung)
kepada Nabi, atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi
Ibn Shalah mendefinisikan
hadis sahih sebagai berikut: Adapun hadis sahih adalah hadis yang bersambung
sanadnya (sampai kepada Nabi SAW), diriwayatkan oleh perawi yang adil dan
dhabit sampai pada akhir sand, (di dalam hadis itu) tidak terdapat syuzuz
(kejanggalan) dan ’illah(cacat).
1) Kriteria Hadist Shahih
Berikut ini adalah krikteria
yang dapat dijadikan penilaian terhadap hadist, apakah suatu hadist itu shahih
atau tidak. Terdapat dua kriteria pokok
dalam penilaian hadist yaitu dari sisi sanad dan matan. Berikut akan kami paparkan kedua kriteria
tersebut.
A)
Mengenai Sanad
1.
Ittishal as Sanad (Sanad Bersambung)
Unsur pertama dari kaedah kesahihan sanad hadis adalah
ittishal as sanad (bersambungnya sanad).
Yang dimaksud dengan bersambungnya sanad adalah tiap tiap perawi dalam
sanad hadis dari perawi pertama, yaitu mukharrij sampai perawi terakhir
menerima riwayat hadis dari perawi terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung
demikian sampai akhir sanad dari hadis itu, yaitu sahabat.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad,
para ulama menempuh tata kerja penelitian yaitu:
a)Mencata semua nama perawi dalam sanad yang diteliti
b) Mempelajari sejarah hidup masing-masing
perawi
Dalam hubungannya engan
persambungan sanad, kualitas perawi sangat menentukan. Secara mullah keadaan perawi dapat dibagi
kepada yang siqah dan yang tidak siqah.
Perawi yang siqah memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan karena dapat
dipercaya riwayatnya. Perawi yang tidak
siqah perlu diteliti apakah letak ketidaksiqahannya berkaitan dengan kualitas
pribadinya, yakni yang menyangkut keadilannya, ataukah berkaitan dengan
kapasitas intelektualnya, yakni yang menyangkut kedhabitannya.
Jadi suatu sanad hadis barulah
dapat dinyatakan bersambung apabila:
a)Seluruh perawi dalam sanad itu benar benar
siqah (adil dan dhabit)
b) Antara masing perawi dengan perawi
terdekata sebelumnya dalam sanad itu benar benar telah terjadi hubungan
priwayatan secara sah menurut ketentuan tahammul wa ada’l-hadis.
2. Perawi bersifat Adil
Kata adil berasal dari bahasa
Arab al ’adl, yang mempunyai arti keadilan,kelurusan , kejujuran. Empat butir kriteria sifat adil adalah:
beragama islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama, memelihara
muru’ah(Syuhudi Ismail:1993:18).
Cara menetapkan keadilan bagi
perawi berdasarkan:
a) Popularitas keutamaan perawi di
kalanganulama hadits
b) Penilaian dari para kritikus perawi hadis
c) Penerapan kaedah al Jarh wa at Ta’dil
3. Perawi Berdifat Dhabit
Arti dhabit secara literal ada
beberapa macam, yakni dapat berarti yang kokoh, yang kuat, yang tepat, dan yang
hafal dengan sempurna. Sedangkan
penertian dhabit menurut istilah, pendapat ulama berbeda-beda, antara lain:
a) Perawi itu memahami dengan biak riwayat
yang telah didengarnya (diterimanya)
b) Perawi itu hafal dengan baik riwayat yang
telah diriwayatkannya (diterimanya)
c) Perawi tiu mampu menyampaikan riwayat yang
telah dihaflanya degnan biak, kapan saja dia menghendakinya dan sampai saat dia
menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain
Kedhabitan yang diterangkan
tersebut disebut dengan istilah dhabit shadri.
Kemudian ada lagi dhabit kitabi, yakni perawi yang memahami dengan baik
tulisan hadits yang tertulis dalam kitab yang ada padanya, apabila ada
kesalahan tulisan dalam kitab dia mengetahui letak kesalahannya.
Cara penetapan kedhabitan
seorang perawi:
a) Kedhabitan perawi dapat diketahui
berdasarkan kesaksian ulama
b) Dapat diketahui berdasarkan kesesuaian
riwayat-nya dengan riwayat yang disampaikan oleh perawi lain yang telah dikenal
kedhabitannya. Tingkat kesesuaian itu
mungkin hanya sampai ke tingkat makna atau mungkin ke tingkat redaksinya
c) Apabila seorang perawi sesekali mengalami kekeliuran,
maka dia masih dapat dinyatakan sebagai perawi yang dabit. Tetepi apabila kesalahan itu sering terjadi,
maka perawi yang bersangkutan tidak lagi disebut perawi yang dhabit.
4. Terhindar dari Syudzudz
(kejanggalan/kerancuan)
Kerancuan (syad) adalah suatu
kondisi di mana seorang rawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat
posisinya. Keadaan semacam ini dipandang
rancu karena ia berbeda dengan rawi lain lebih kuat posisinya baik dari segi
kekuatan daya hapalannya atau jumlah mereka lebih banyak sehingga harus
diunggulkan. Dan karena kerancuannya
maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadis yang bersangkutan.
Terdapat juga
pendapat-pendapat yang berbeda mengenai pengertian hadist syad, yaitu:
a) Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
siqah tetapi riiwayatnya bertentangan dengan riwayat yang tsiqah juga. Pendapat ini dikemukakan oleh Al Imam as
Syafi’i
b) Hadits yang dikemukakan oleh orang yang
tsiqoh, tetapi orang orang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadits itu. Pendapat ini dikemukakan oleh Al Hakim an
Naisaburiy
c) Hadits yang sanadnya hanya satu buah raja,
baik perawinya bersifat siqah maupun tidak siqah. Pendapat ini dikemukakan oleh
Abu Ya’la al Khalili
As Syafi’i berpendapat suatu
sanad mengandung syudzuz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. Hadits yang hannya meniliki sebuah sanad saja
tidak dikenal kemungkinan adanya syudzuz.
Oleh karena itu membandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang
mempunyai topik pembahasan sama merupakan satu langkah yang penting untuk mengetahui
kemungkinan adanya syzuz dalam suatu hadits.
Hadits yang mengandung
syudzuz, oleh para ulama disebut dengan hadits syadz, sedangkan lawan dari
haditz syadz disebut hadits mahfudz.
Penyebab utama terjadinya syadz dalam sanad hadits adalah karena perbeciaan
tingkat kedabitan perawi, yakni ada yang memiliki tingkat tamm ad dabt (dabit
yang sempurna), ada pula yang memiliki tingkat khafif ad dhabt (kurang sedikit
kedhabitannya).
5. Terhindar dari ’Illah (cacat)
Pengertian ’Ilah menurut
istilah ilmu hadist adalah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas
hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits
yang pada lahirnya tampak berkualitas sahih menjadi tidak shahih. ’Illah yang
disebutkan dalam salah saut unsur kaedah kesahihan sanad hadist adalah ’illah
yang untuk mengerahuinya diperlukan penelitianyang lebih cermat sebab hadits
yang bersangkutan tampak sanadnya berkualitas shahih.
Cara meneliti ’illah hadits
Ibn al Madiniy dan Al Khatib al Bagdadiy memberi petunjuk yaitu:
a) Seluruh sand hadits untuk matan yang
semakna dihimpun dan diteliti, bila hadits yang bersangkutan memiliki mutabi’
ataupun syahid.
b) Seluruh perawwi dalam berbagai sand
diteliti berdasarkan kritik yang telah dikemukakan oleh para ahli kritik hadits
Menurut penjelasan ulama ahli
kritik hadits, ’illah hadits umumnya ditemukan pada:
a) Sanad yang tampaik muttashil (bersambung)
dan marfu’(bersandar kepada Nabi) tetapi kenyataannya mauquf ( bersandar kepada
sahabat Nabi), walaupun sandnya muttashil
b) Sanad yang tapak muttashil dan marfu’,
tetepi kenyataannya mursal (bersandar kepada Tabi’i) walaupun sanadnya
muttashil
c) Dalam hadits itu telah terjadi kerancuan
karena bercampur dengan hadits lain
d) Dalam sanad hadits yang memiliki kemiripan
atau kesamaan dengan perawi lain yang kualitasnya berbeda
B)
Mengenai Matan
Menilai keshahihan hadits
tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat dari sisi sanadnya saja, tetapi juga
harus dari sisi matannya. Jadi hadist
yang sanadnya shahih belum tentu matannya juga shahih, begitu pula sebaliknya
apabila matannya shahih tetapi sanadnya tidak shahih maka hadist tersebut tidak
dapat dikatakan hadist yang shahih.
Berikut ini faktor-faktor yang
mungkin terjadi sehingga hadist dianggap tidak shahih:
a)
Karena
telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian matan, misalnya karena
kesalahan dalam menggunakan pendekatan
b)
Karena
telah terjadi kesalahan dalam penelitian sanad
c)
Karena
matan hadits yang bersangkutan telah mengalami periwayatan secara makna yang
ternyata mengalami kesalahan pemahaman.
Acuan utama untuk meneliti
makan ada dua macam, yakni terhindar dari syudzuz dan ’illah. Apabila penelitian syudzuz dan ’illah pada
sanad dinyatakan sebagaik kegiatan yang sulit, maka demikian juga penelitian
syudzuz dan’illah pada matan tidk mudah dilakukan. Para ulama berpendapat bahwa penggunaan
butir-butir tolok utkur sebagai pendekatan penelitian matan sesesuaikan dengan
masalah yang terdapat pada matan yang bersangkutan.
Tolak ukur penelitian matan
yang dikemukakan oleh para ulama tidak seragam.
Menurut Al Khatib al Baqdadiy, suatu matan hadits barulah dinyatakan
sebagai maqbul (diterima karena kualitas shahih) apabila:
a) Tidak bertentangan dengan akal sehat
b) Tidak bertentangan dengan hukum Al Qur’an
yang telah muhkam (ketentuan hukujm yang telah tetap)
c) Tidak bertentangn dengan hadits mutawatir
d) Tidak bertentangan dengan amalan yang
telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu (salaf)
e) Tidak bertentangan dengan dalil yang telah
pasti
f) Tidak bertetangan dengan hadits ahab yang
kualitas kesahihannya lebih kuat
Sedangkan menurut jumhur ulama,
tanda-tanda matan hadits yang palsu adalah:
a) Susuanan bahasanya rancu
b) Kandungan pernyataannya bertentangan
dengan akal sehat dan sulit diinterpretasikan secara rasional
c) Kandungan penyataannya bertentangan dengan
tujuan pokok ajaran Islam
d) Kandungan pernyataannya sunnatullah hukum
alam
e) Kandungan pernyataanya bertentangan dengan
fakta sejarah
f) Kandungan pernyataanya bertentangan dengan
petunjuk Al Quran ataupun hadits mutawatir yang telah mengandung petunjuk pasti
g) Kandungan pernyataanya berada diluar kewajaran
diukur dari petunjuk umum ajaran Islam.
Salahuddin al Adlabiy
menyimpulkan bawa tolok ukut untuk meneliti matan ada empat macam, yaitu:
a) Tidak bertentangan dengan petunjuk Al
Quran
b) Tidak bertentangan dengan hadits yang lebi
kuat
c) Tidak bertentangn dengan akla sehat, indra
dan sejarah
d) Susunan pernyataannya tidak menunjukkan
ciri-ciri sabda kenabian.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan penelitian denan menggunakan berbagai tolok ukur
diatas, yaitu bahwa:
a) Sebagian hadits Nabi berisi petunjuk yang
bersifat targhib (hal yang memberikan ancaman) dengan maksud untuk mendorong
ummatnya gemar melakukan amal kebahikan tertentu dan berusaha menjauhi apa yang
dilarang oleh agama
b) Dalam bersabda, Nabi SAW menggunakan
pernyataan atau ungkapan yang sesuai dengan kadar intelektual dan keislaman
orang yang diajak ciara, walaupun secara umum apa yang dinyatakanoleh Nabi
berlaku untuk semua ummat beliau.
c) Terjadinya hadits, ada yang didahului oleh
sutu peristiwa yang menjadi sebabnya yang diistilahkan dengan sabab wuurud
hadits
d) Sebagian dari hadits Nabi ada yang telah
dinasakh tau dimansukh (dihapus masa berlakunya)
e) Menurut petunjuk Al Quran, Nabi itu selai
Rausl juga manusia biasa. Dengan
demikian ada hadits yang erat kaitannya dengan kedudukan beliau sebagai utusan
Allah, disamping ada pula yang erat kaitannya dengan kedudukan beliau sebagai
individu pemimpin masyarakat dan pemimpin negara
f) Sebagian hadits Nabi SAW ada yang berisi
hukum (dikenal dengan hadits hukum) dan ada yang berisi imbaauan dan dorongan
untuk, melakukan kebajikan hidup duniawi (disebut hadits irsyad)
Contoh-contoh hadits yang tidak shahih berdasarkan
matannya:
m9r m^ã P $À P $À m?ãr N $B `B
Artinya:
”Siapa
yang meninggal, padahal ada kewajiban puasa atas dirinya, maka hendaklah walinya
berpuasa (untuk membayarnya) (HR.Bukhari)
Dari uraian tersebut maka
dapat dinyatakan bahwa walaupun unsur-unsur pokok kaedah kesahihan matan hadits
hanya dua macam saja, tetapi aplikasinya dapat berkembang dan menuntut adanya pendekatan dengan tolok
uku yang banyak.
2)
Macam-macam Hadis Shahih
Hadist Shahih dapat menjadi dua bagian, yaitu
hadist Shahih Lizatih (sahih karena dirinya) dan hasih ligairih (Hadis shahih
bukan karena dirinya).
a.
Hadis Shahih Lizatih
Hadist sahih lizatih adalah
hadis sahih yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat hadis sahih.
Contoh:
>» m?9# A q b# m?9#;ã `ã ìù $R `ã 79 $B$S ; ## q `/ m?9# ;ã$ZP m
]< $W<# c r b $\Q# _ $\F xû pQxQ #qS $. ## : A$% N> r m?ä m?9#
Artinya:
”Bukhari berkata, ”Abdullah bin Yusuf
telah menceritakan kepada kamu bahwa Rasulullah SAW bersabda.”Apabila mereka
bertiga, janganlah dua orang berbisik tanpa ikut serta orang ketiga.” (HR.
Bukhari)
Hadis tersebut diterima oleh
bukhari dari Abdullah bin Yusuf.
Abdullah bin Yusuf menerimanya dari Malik, Malik menerimanya dari Nafi’.
Nafi’ menerimanya dari Abdullah dan Abdullah itulah sahabat Nabi yang mendengar
Nabi SAW bersabda seperti diatas.
Semua nama-nama tersebut,
mulai dari Bukhari sampai dengan Abdullah(sahabat)adalah rawi-rawi yang
adil,dhabit, dan benar-benar bersambung.
Tidak ada cacat, baik pada sanad maupun pada matan. Dengan demikian hadist tersebut termasuk
hadist sahih lizatih.
b.
Hadis Sahih li Gairih
Hadis Shahi li Gairih adalah
hadis ydi bawah tingkatan sahih yang menjadi hadis sahih karena diperkuat oleh
hadis-hadis yang lain. Sekirannya hadis
yang memperkuat iut tida ada, maka hadis tersebut hanya berada pada tingkatan
hadis hasan. Hadis sahih li gairih
hakekahnya adalah hadis hasan lizatih (hadis hasan karena dirinya sendiri).
Contoh:
,«#b#wq< : A$%M?rm?ãm?<# >À m?<# Aqb#m^ãm?<# Ñoe 0#`ã
oxÀ@.^ã8#q¤<$0Mh?HwLH#?ã
Artinya:
”Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, ”Sekiranya aku tidak
menyusahkan umatku, tentu aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap
salat.”(HR. Bukhari dan
Dturmuzi)
Bila suatu hadis
diriwayatkanoleh lima buah sanad, maka hadis itu dihitung bukan sebagai satu
hadis, tetapi lima hadis. Hadis yang
diriwayatkan oelh empat buah sanad, dihitung sebagai empat buah hadis, jadi
hadis tersebut di atas, yang diriwayatkan oleh Bukhari dengan sanad tersendiri
dan Tirmizi dengan sanad tersendiri pula, dihitung sebagai dua hadis. Pertama adalah hadis bukhari, yang dinilai
sebagai hadis lizatih dan kedua, yaitu hadis Tirmizi itu. Karena diperkuat oleh hadi Bukhari hadis
Tirmizi naik tingkatnya menjadi hadis sahih li gairih.
3)
Status Kehujjahan Hadis Sahih
Kedudukan hadis sahh sebagai
sumber ajaran Islam lebih tinggi daripada hadis hasan dan hadis daif, tetapi di
bawah kedudukan hadis mutawatir.
Hadis mutawatir, hadis yang
pasti sahih (benar) berasal dari Rasulullah SAW. Hadis sahih ahad tidaklah pasti, tetapi dekat
kepada kepastian. Sebagian ulama
menentukan urutan tingkatan (martabat) hadis sahih sebagai berikut:
§ Hadis sahih yang diriwayatkan oleh
Bukharai da Muslim
§ Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari
sendiri
§ Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang
ulama dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim
(berarti rawi-rawinya terdapat dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim)
§ Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang
ulama, dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari sendiri
§ Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang
ulama dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Muslim sendiri
§ Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang
ulama yang terpandang (mutabar)
Semua ulama sepakat menerima
hadis sahih mutawatir sebagai sumber ajaran Islam atau sebagai hujjah, namun
dalam penerapan akidah dengan hadis ahad mereka berbeda pendapat.
4)
Kitab-Kitab yang Memuat hadis Sahih
Hadis-hadis sahih telah
disusun para ulama dalam sejumlah kitab.
Adapun kitab-kitab yang memuat hadis-hadis sahih antara lain yaitu:
Kitab Al-Muwata Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sahih Ibnu Khuzaimah, dan Sahih
Ibnu Hibban.
B.
HADIS HASAN
1)
Kriteria Hadis Hasan
Imam Turmuzi menjelaskan
kirteria-kriteria hadis hasan yaitu ”Hadis
yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yang sanadnya baik
menurut kami, yaitu setiap hadis yan diriwayatkna melalui sanad yang didalamnya
tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya tidak janggal,
diriwayatkan mellui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian menurut kami adalah hadis
hasan.”
Dengan demikian, kriteria
hadis hasan yang merupakan faktor pembeda antara hadis hasan dan jenis hadis
lainnya adalah:
- Pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta.
Kriteria ini mengecualikan
hadis seorang rawi yang dituduh bedusta dan mecakup hadis yang sebagian rawinya
memiliki daya hafal rendah tidak dijelaskan jarh maupun takdilnya, atau
deperselisihkan jarh dan takdilnya namun tidak dapat ditentukan, atau rawi
mudallis yang meriwayatkan hadis dengan an-anah (periwayatan dengan enggunakan
banyak lafal an). Karena sifat rawi yang
seperti itu maka tidak bisa membuat dirinya dituduh dusta.
- Hadis tidak janggal.
Orang yang peka dan waspada
akan mengetahi bahwa yang dimaksud dengan syazz (janggal) menurut Al Turmuzi
adalah hadis tersebut berbeda dengan riwayat para rawi yang tsiqat. Jadi, diisyaratkan bagi hadis hasan harus selamat
dari pertentangan, karena bila ia bertentangan dengan riwayat para rawi yang
tsiqat, maka ia ditolak.
- Hadis tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang sederajat.
Hadis hasan itu harus
diriwayatkan pula melalui sanad lain satu atau lebih, dengan caatan sederajat
dengannya atau lebih kuat dan bukan berada dibawahnya, agar dengannya dikatakan
oleh Al Sakhawi, akan tetapi tidak diisyaratkan harus diriwayatkan dalam sanad
yang lain dengan redaksi yang sama, melainkan dapat diriwayatkan hanya maknanya
dalam satu segi atau segi lainnya.
Ada banyak keserupaan antara
hadis hasan dan hadis sahih, sehingga sekelompok ahli hadis memasukkan hadis
hasan ke dalam ajaran hadis sahih. Akan
tetapi, para Muhaddisin tetap menganggap hadis hasan sebagai sebagai suatu
jenis hadis tersendiri karena yang dapat dipakai hujjah itu adakalanya berada
pada tingkat tertinggi (sahih) atau berada pada tingkatan lebih rendah (hasan).
2)
Macam-macam
Hadis Hasan
a.
Hadis Hasan Li Zatih
Hadis hasan li zatih adalah
hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, yakni karena matan dan para rawinya
memenuhi syarat-syarat hadis sahih, kecuali keadaan rawi (rawinya kurang
zabit).
Diantara hadis-hadis hasan li
zatih, sebagian dapat berada pada tingkatan hasan, tetapi sebagian lainnya
dapat naik pada tingkatan sahih ligairih.
Maka jika hadis hasan li zatih tidakdiperkuat hadis lain(yang berbeda
pada tingkatan sahih atau pada tingkatan hasanli zatih pula), maka hadis
tersebut tetap berad pada tingkatan hasan li zatih.
Sebaliknya jika suatu hadis
hasn li zatih diperkuat oleh hadis lain (baik berada pada tingkatan sahih
ataupun pada tingkatan hadis li zatih), maka naik menjdai sahih li gairih. Hadis demikian dapat disebut secara lengkap : hadis hasan lizatih sahih ligairih atau
dapat disebut lebih singkat hadis hasan sahih.
Contoh hadis hasan sahih li gairih adalah hadis tentang menyikat gigi
menjelang salah yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Abu Hurairah
b. Hadis
Hasan Li Gairi
Hadis hasan li gairih adalah
hadis di bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadis hasan, karena hadis
lain yang menguatkannya atau hadis hasan li gairih adalah hadis daif yang
karena dikuatkan oleh hadis yang lain, meningkat menjadi hasan.
Hadis daif yang dikuatkan
dengan hadis lain bisa menjadi hasan li gairih, dan bisa pula tidak naik
tingkatannya. Hal itu disebabkan keadaan
hadis-hadis dalam lingkungan hadis daif beraneka ragam mislana hadis daif
karena lemahnya hapalan rawi (padahal rawinya dikenal jujur), dapat meningkat
menjadi hadis hasan li airih, bila hadis tersebut dikuatkan oleh hadis lain
yang juga diriwayatkan oleh rawi yang lemah hapalannya. Demikian pula hadis daif lain, yang
disebabkan oleh tidak disebutkannya rawi tingkatannya tingkatan sahabat Nabi
atau tidak dikenal salah seorang perawinya, dapat meningkat menjadi hadis hasan
li gairih, bila hadis tersebut dikuatkan oleh hadis lain.
Contoh hadis hasan li gairih:
Artinya:”Rasululla
SAW bersabda, ”Merupakan hak atas kaum muslimin, mandi pada hari Jumat.”
Hadis tersebut diterima oleh Turmuzi melalui dua buah
sanad yang gambarannya sebagai berikut:
RASULULLAH SAW
Barra bin Azib
Abdurrahman bin Abi Laila
Yazid bin Ziyad
Abu Yahya bin Ibrahim Hasyim
Ibrahim At Turmuzi
Ali bin Hasan Al Kufi Ahmad bin Mani
TURMUZI
Hadis tersebut diterima oleh Turmuzi melalui dua
sanad:
Pertama : Dari Ali bin Hasan Al Kufi, dari Abu Yahya
bin Ibrahi At Taimi, dari Yazid bin Ziyad, dari Abdurrahman bin Abi lailla,
dari Bara bin Azib, dari Rasulullah SAW
Kedua : Dari Ahmad bin Mani, dari Hayim, dari Yazid
bin Ziyad, dari Abdurrahman bin Abi Laillia, dari Barra bin Azib, dari
Rasulullah SAW
Rawi dalam
sanad pertama terpercaya, kecuali Abu Yahya bin Ibrahim At Taimi, yang lemah
hafalannya. Karena itu, hadis yang
diriwayatkan oleh sanad kedua itu juga dipandang daif. Kedua hadis itu (karena ada dua sanad, harus
dihitung dua hadis)saling menguatkan sehingga masing-masisng naik menjdai hadi
hasan li gairih.
3)
Kedudukan
Hadis Hasan
Tingkatan
hadis hasan berada sedikit di bwah tingkatan hadis sahih, tetapi para ulama
berbeda pendapat tentang kedudukannya sebagai sumber ajaran Islam atau sebagai
hujjah dalam bidang hukum apalagi dalam bidang aqidah. Sebaliknya, jumhur ulama memperlakukan hadis
hasan seperti hadis sahih, mereka menerimahadis-hadis sebagai hujjah atau
sumber agama Islam, baik dalam bidang hukum dan moral, maupun dalam bidang
aqidah.
4)
Sumber-Sumber Hadis Hasan
Para ulama
belum ada yang membukukan hadis hasan secara terpisah. Biasanya mereka menggabungkan hadis-hadis
hasan dengan hadis sahih dan hadis daif, meskipun mereka tidak memasukkahn
hadis daif ke dalam kitan sun\sunan mereka, kecuali sangat sedikit dan amat
jarang.
Di antara
sumber-sumber hadis hasan yang paling penting adalah Al-Sunan Al-Arbaah, Al-Musnad karya Imam Ahmad, dan Musnad Abi Ya’la Al-Mushili.
C. HADIS DAIF
Hadis daif, menurut bahasa
berarti hadis yang lemah,yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah tentang
benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW.
Para ulama memberi batasan hadis daif yaitu ”Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpunsifat-sifat hadis sahih
dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan”.
1)
Kriteria Hadis Daif
Kriteria hadis daif yatiu
hadis yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadis sahih dan hasan. Pada hadis daif terdapat hal-hal yang
menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal
dari Rasulullah SAW.
Kehati-hatian dari para ahli
hadis dalam menerima hadis sehingga mereka menjdikan tidak adanya petunjuk
keaslian hadis itu sebagai alasan yang cukup untuk menolak hadis dan
menhukuminya sebagai hadis daif. Padahal
tidak adanya petunjuk atas keaslian hadis itu bukan suatu bukti yang pasti atas
adanya kesalahan atau kedustaan dalam periwayatan hadis seperti kedaifan hadis
yang diesebabkan rndahnya daya hafal rawinya atau kesalahanyang dilakukan dalam
meriwayatkan suatu hadis, padahal sebetulnya ia jujur dan dapat dipercaya. Hal ini tidak memastikanbahwa rawi itu salah
pula dalam meriwayatkan hadis yang dimaksud, bahkan mungkin sekali ia benar. Akan tetapi, karena ada kekhawatiran yang
cukup kuat terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadis
yang dimaksud, maka mereka menetapkan untuk menolaknya.
Demikian pula kedaifan suatu
hadis karena tidak bersambungnya sanad.
Hadis yang demikian dihukumi daif karena identitas rawi yang tidak
tercantum itu tidak diketahui sehingga boleh jadi ia adalah rawi yang tsiqat
dan boleh jadi ia adalah rawi yang daif.
Seandainya ia rawi yang daif, maka boleh jadi ia melakukan kesalahan
dalam meriwayatkannya. Oleh karena itu,
para muhaddisin menjadikan kemungkinan yang timbul dari suatu kenungkinan itu
sebagai suatu pertimbangan dan mengganggapnya sebagai penghalang dapat
diterimanya suatu hadis. Hal ini merupakan puncak kehati-hatian
yang sistematis, kritis dan ilmiah.
2)
Macam-Macam Hadis Daif
Secara garis besar yang
menyebabkan suatu hadis digolongkan menjadi hadis daif dikaenakan dual hal,
yaitu:gugurnya rawi dalam sandnya dan adanya cacat pada rawi atau matan.
Hadis Daif karena gugurnya rawi
- Hadis Mursal
Hadis
mursal, menurut bahasa berarti hadis yang terlepas. Para ulama memberikan batasan hadis mursal
adalah hadis yang gugur rawinya di akhir sanad.
Yang dimaksudkan dengan rawi diakhir sand adalah rawi pad tingkatan
sahabat. Jadi, hadis mursal adalah hadis
yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang
seharusnya menerima langsung dari Rasul.
Contoh hadis mursal:
Artinya:”Rasulullah bersabda,”Antara kita dengan kaum munafik (ada batas),
yaitu menghadiri jamaah Isya dan Subuh; mereka tidak sanggup menghadirinya” (HR.Malik)
Hadis
tersebut diriwayatkan Imam Malik, dari Abdurrahman, ari Harmalah, dan dari Said
bin Mutsayyab. Siapa sahabat Nabi yang
meriwaytkan hadis itu kepad Said bin mutsayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad
di atas.
Kebanyakan
ulama memandang hadis mursal sebagai hadis daif dan tidak diterima sebagai
hujjah, tetapi sebagian kecil ulam termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan
Ahmad bin Hambal, dapat menerima hadis mursal menjadi hujjah bila rawinya adil.
- Hadis Munqati’
Menurut
bahasa, hadis munqati berarti hadis yang terputus. Para ulama memberi batasan hadis munqati’
adalah hadis yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang akhir
sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya
adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sand adalah tabiin. Jadi, hadis munqati’ bukanlah rawi di tingkat
sahabat yang gugur tetapi minimal gugur seorang tabiin.
Contoh hadis munqati’:
Artinya:
”Rasulullah Saw bila masuk ke dalam masjid, membaca: dengan nama Allah, dan
sejatera atas Rasulullah;Ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukakanlah
bagiku segala pintu rahmatmu.”
- Hadis Mudal
Menurut
bahasa, hadis mudal berarti hadis yang sulit dpahami. Batasan hadis mudal menurut para ulama adalah
hadis yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya.
Contoh hadis mudal adalah
hadis Imam Malik hak hamba dalam kitab Al Muwata’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik berkata ,”Telah sampai kepadaku dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Budak itu harus diberi makan dan pakaian secara
baik.”(HR.Malik).
Imam Malik alam kitabnya tidak
menyebut dua orang rawi yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui
melalui riwayat Imam Malik di luar kitab Al Muwata’. Malik meriwayatkan hadis yang sama, yaitu ”Dari Muhamad bin Ajlan, dari ayahnya,dari
Abu Hurairah, dari Rasulullah.” Dua rawi yang gugur secara beriringan
adalah Muhamad bin Ajlan dan ayahnya.
- Hadis Muallaq
Hadis
muallaq menurut bahasa berarti hadis yang tergantung. Dari segi istilah, hadis mualaq adalah hadis
yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad.
Juga termasuk hadis muallaq, bila semua rawnya digugukan (tidak
disebutkan).
Contoh hadis Muallaq:
Bukhari berkata, kata
Malik,dari Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
bersabda ”Janganlah kamu melebihkan
sebagian Nabi dan sebagian yang lain.”
Hadis Daif karena cacat pada rawi atau matan
Hadis yang bercacat rawi
atau matannya, atau kedua-duanya digolongkan hadis daif. Contoh cacat yang menimpa perawi antara lain
pernah berdusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah. Sedangkan cacat matannya antara lain,
terdapat sisipan di tengah-tengah lafaz hadis atau lafadz hadis itu
diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dengan maksud lafadz
yang sebenarnya.
- Hadis Maudu’
Dari segi bahasa, hadis
maudu’ berarti palsu atau hadis yang dibuat-buat. Batasan hadis maudu’ menurut para ulama
adalah hadis yang bukan hadis Rasulullah SAW, tetapi disandarkan kepada beliau
oleh orng secara dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa sengaja.
Golongan pembuat hadis
maudu’antara lain musuh-musuh Islam (terub\tama kaum yahudi dan kaum Zindiq),
orang-orang yang sangat fanatik tukang dongeng, orangorang yang suka mengambil
muka pada penguasa, dan mereka yang ingin bermegah diri dengan meriwayatkan
hadis yang tidak dimiliki orang lain.
Hadis maudu’ merupakan
seburuk-buruk hadis daif. Siapa yang
telah mengetahui kepalsuan suatu hadis, maka ia tidak boleh meriwayatkannya
dengan menyandarkan kepada Rasul kecuali dengan maksud untuk menjelaskan
kepalsuannya.
Petunjuk terpenting
dalam penetapan hadis maudu’ adalah makna hadis tersebut rusak atau batil,
yakni tidak masuk akal, bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan
kebenaran yuang sudah dapat dipastikan secara ilmiah/historis, bertentangan
dengan hadis yang lebih kuat atau bertentangan dengan Al Quran.
Contoh :
a. Hadis yang dibuat-buat oleh Abdur
Rahan bin Zadi bin Astlam, ia katakan bahwa hadis itu diterima dari ayahnya,
dari kakaknya dan selanjutnya dari Rasul, bunyinya demikian “Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf
mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan salat di makam Ibrahim dua rakaat.” Maka
hadis tersebut tidak masuk akal.
b. Hadis berikut yang berbunyi “Anak zina itu tidak masuk surga hingga tujuh
turunan” hadist tersebut bertentangnan dengan Al Quran yaitu:
ö
4 wur âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr t÷zé&
Artinya:”Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa
orang lain” (QS.Al-An’an:164)
c.
Hadis yang berbunyi demikian “Siapa
memperoleh anak dan dinamaknnya Muhamad, maka ia dan anaknya itu masuk surga.”
Hadis tersebut
bertentangan dengan prinsip umum ajaran Islam bahwa orang masuk surga adalah
karena iman dan amal salehnya, bukan karena nama dan gelar.
- Hadis Matruk atau Hadis Matruh
Dari segi bahasa, hadis
matruk berarti yang ditinggalkan dan hadis y\matruh berarti yang dibuan. Batasan hadis matruh menurut para ulama
adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh pernah berdusta (baik
berkenaan dengan hadis atau mengenai urusan lain), atau tertuduh pernah mengerjakan
maksiat, atau lalai, atau banyak fahamnya.
Contoh:
Hadis yang artinya “Rasulullah bersabda,”Sekiranya tidak ada
wanita, tentu Allah disembah (ditaati) dengan sungguh-sungguh.”
Hadis tersebut
diriwaytakan Yaqub bin Sufyan bin Asyim, dengan sanad terdiri serentetan
rawi. Muhamad bin Imran, Isa bin Ziyad,
Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya. Said bin Musayyab, dan Umar bin Khattab. Di
antara nama-nama dalam sanad itu, Abdur Rahim dan ayahnya tertuduh pernah berdusta
oleh karena itu, hadis di atas dikenal dengan sebutan hadis matruk.
- Hadis Munkar
Dari segi bahasa,
berarti hadis yang diinginkari atau hadis yang tidak dikenal. Batasan hadis munkar adalah hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang lemah yang menyelahi (berlawanan dengan) rawi yang
kuat (kepercayaan).
Contoh: Barang siapa yang mendirikan salat, membayar
zakat, mengerjakan haji, berpuasa dan menghormati tamu, niscaya masuk surga.”
(HR. Ibnu Abi Hatim)
Hadis tersebut dikatakan
berasal dari Rasulullah dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari serangkaian
rawi yang lemah. Ibnu Abi Hatim sendiri
memangdang hadis tersebut munkar, karena rawi-rawi nya lemah dan matannya
berlainan dengan matan hadis yang lebih kuat.
- Hadis Muallal
Dari segi bahasa berarti
yang terkena illat (penyakit atau bencana).
Batasan hadis ini adalah hadis yag mengandung sebab-sebab tersembunyi
(tidak mudah untuk diketahui) yang menjatuhkan derajatnya.
Illat yang menjatuhkan
derajat hadis itu bisa terdapat pada sanad atau pada matan serta bisa pula dari
keduanya.
Contoh: Hadis yang
artinya “Rasulullah bersabda,”Penjual dan
pembeli boleh berhiyar,selama mereka belum berpisah.” Hadis tersebut diriwayatkan Yala binUbaid
bersanad Sufyan Ats-Tsauri, dari Amru bin Dinar dari Ibnu Umar. Matan hadis tersebut sahih, tetapi sanadnya
memiliki illat. Seharusnya buka dari
Amru bn Dinar melainkan dair Abdullah bin Dinar.
- Hadis Mudraj
Dari segi bahasa berarti
hadis yang dimasuki sisipan. Dar segi
istilah hadis Mudraj adalah hadis yang dimasuki sisipan yang sebenarnya bukan
bagian dari hadis itu. Sisian bisa pada sanad, bisa pada matan,
maupun keduanya.
6. Hadis Maqlub
Dari segi bahasa, hadis maqlub
berarti hadis yang diputar balik. Dari
segi istilah hadis maqlub adalah hadis yang terjadi pemutarbalikan pada
matannya atau pada nama rawi dalam sandnya atau penukaran suatu sanad untuk
matan yang lain.
Bila hadis sebenarnya
diriwayatkan oleh Kaab bin Murrah (misal), tetapi Kaab bin Murrah itu dibalik
menjadi Murrah bin Kaab, maka hadis itu disebut hadis maqlub.
i.
Hadis Syaz
Dari segi bahasa hadis Syaz
berarti hadis yang ganjir. Batasan hadis
ini adalah hadis yang diriwayatkan oelh rawi yang dipercaya tetapi hadisnya itu
berlainan dengan hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga
dipercaya. Hadis tersebut mengandung
keganjilan dibandingkan dengan hadis lain yang kuat. Keganjilan bisa pada
sanad, matan ,maupun keduanya.
3)
Status
Kehujjahan
Cacat hadis daif berbeda-beda,
baik macamnya maupun berat ringannya. Dari hadis-hadis yang mengandung cacat
pada rawi (sanad) atau matannya, yang paling rendah martabatnya adalah hadis
maudu’ kemudian hadis matruk, hadis munkar, hadis muallal, hadis mudraj, hadis
maqlub dan hadis lain. Dari hadis yang gugur rawi atau sejumlah rawinya yang
paling lemah adalah hadis muallaq (kecuali hadis sahih), yang diriwayatkan
secara muallaq oleh Bukhari dalam kitab sahihnya, hadis mudal lalu hadis
munqati’, kemudian hadis mursal.
Bila suatu hadis daif
dimungkinkan bahwa rawinya benar-benar hapal dan menyampaikannya dengan cara
benar, maka hal ini telah mengandung perbedaan pendapat yang serius di kalangan
ulama sehubungan dengan pengalamannya.
Pendapat-pendapat tersebut yaitu:
1. Hadis daif dapat diamalkan secara mutlak,
yakni baik yang berkenaan dengan masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan
syarat tidak ada hadis lainyang menerangkannya. (Pendapat Imam Ahmad bin
Hambal, Abu Dawud)
2. Dipandang baik mengamalkan hadis daif
dalam fadailul amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun
hal yang dilarang
Al Hafid Ibnu Hajar
menjelaskan syarat mengamalkan hadis daif yaitu:
a.
Telah
disepakati untuk diamalkan , yaitu hadis daif yang tidak terlalu daif. Karena itu, tidak bisa diamalkan hadis yang
hanya diriwayatkan oleh seorang pendusta atau dituduh dusta atau orang yang
banyak salah.
b.
Hadis
daif yang bersangkutan berada di bawah suatu dalil yang umum sehingga tidak
dapt diamalkan hadis daif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok
c.
Hadis
daif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai keyakinan atas kepastian
keberadaannya, untuk menghindari penyandaran kepada Nabi SAW, sesuatu yang
tidak beliau katakan.
3. Hadis daif sama sekali tidak dapat
diamalkan, abaik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun yang berkaitan
dengan halal-haram. Pendapat ini
dinisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.
4)
Kitab-Kitab yang Memuat Hadis
Daif
Para imam hadis telah menyusun hadis-hadis maudu’ dalam berbagai kitab.
Kitab-kitab tersebut antara lain: Al-
Maudu’at karya Al Imam Al Hafiz Abul Faraj Abdur Rahman bin Al Jauzi; Al Laali Al Masnuah fi Al-Ahadis Al Mauduah
karya Al Hafizh Jalaludin Al Suyuti; Tanzih
Al Syariah Al Marfuah an Al Ahadis Al Syaniah Al Mauduh, karya Al Hafizh
Abu Al Hasan Ali bin Muhammad bun Iraq Al Kannani
BAB III
KESIMPULAN
Jadi pembagian hadis berdasarkan kualitas sanad
dan matan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Hadis Sahih, Hadis Hasan
dan Hadis Daif. Masing-masing hadis
inipun mempunyai pembagian lagi. Untuk Hadis
Sahih masih dibagi menjadi Hadis Shahih Lizatih, Hadis Sahih li
Gairih, Sedangkan hadis hasan, macamnya
yaitu: Hadis Hasan Li Zatih, Hadis Hasan Li Gairi, Dan hadis daif
dibagi yaitu: Hadis Mursal, Hadis Munqati’, Hadis Mudal, Hadis Muallaq, Hadis Maudu’, Hadis Matruk atau
Hadis Matruh, Hadis Munkar, Hadis Muallal, Hadis Mudraj, Hadis
Maqlub, Hadis Syaz
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, M.S. (1994) .Pengantar
Ilmu Hadis.Bandung:Angkasa.
Mudzakir,M,Drs dan Drs H, Muhammad Ahmad.(2004).Ulumul Hadis.Bandung:Penerbit
Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar